Bisnis.com, JAKARTA — Pasar saham Indonesia mencatatkan kinerja kinclong setidaknya dalam sebulan perdagangan terakhir. Sejumlah saham seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) dan PT Astra International Tbk. (ASII) pun diburu asing.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks harga saham gabungan (IHSG) menanjak 5,42% dalam sebulan ditutup di level 7.952,09 pada perdagangan hari ini, Kamis (28/8/2025). IHSG pun sempat menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah atau all time high (ATH) pada bulan ini di level 8.022,76.
Pasar saham Indonesia pun mencatatkan masuknya dana asing dengan deras dalam sebulan perdagangan terakhir. Nilai beli bersih atau net buy asing di pasar saham Indonesia tercatat sebesar Rp9,76 triliun dalam sebulan.
Sejalan dengan aliran deras dana asing dalam sebulan ini, sejumlah saham menjadi incaran asing. BBRI misalnya mencatatkan net buy asing Rp3,1 triliun dalam sebulan.
Kemudian, saham PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) mencatatkan net buy asing sebesar Rp1,99 triliun dalam sebulan. Lalu, saham ASII mencatatkan net buy asing Rp1,56 triliun dalam sebulan.
Dua saham besutan taipan Prajogo Pangestu masing-masing PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) mencatatkan net buy asing Rp1,03 triliun dan PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) mencatatkan net buy asing Rp819 miliar dalam sebulan.
Baca Juga
Community and Retail Equity Analyst Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Angga Septianus mengatakan saham-saham seperti BBRI, TLKM, dan ASII menjadi pilihan asing.
"Ini bisa menjadi indikator kepercayaan investor global terhadap perekonomian kita. Fokus investor tertuju pada saham-saham yang erat hubungan dengan pemulihan ekonomi seperti sektor perbankan UMKM, otomotif, dan telekomunikasi," ujar Angga, Kamis (28/8/2025).
Adapun, menurutnya secara keseluruhan pasar saham Indonesia masih dalam tren positif dengan dukungan fundamental domestik, inflow asing, dan sentimen kebijakan yang akomodatif.
Penggiat Pasar Modal Indonesia Reydi Octa mengatakan net buy asing dalam sebulan terakhir adalah sebuah lonjakan yang signifikan. Artinya minat asing mulai tumbuh di IHSG tapi belum cukup kuat disebut sebagai tren besar.
"Pendorong utamanya secara makro adalah ekspektasi penurunan suku bunga global, BI [Bank Indonesia] yang juga mulai menurunkan suku bunga, juga kinerja fundamental yang baik dari emiten-emiten besar," ujar Reydi.
Ke depannya jika momentum terjaga, The Fed dan BI tetap dovish, capital inflow bisa berlanjut.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.