Bisnis.com, JAKARTA - Emiten rokok PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) menyampaikan akan meningkatkan harga jual rokok secara bertahap untuk memperbaiki profitabilitas.
Direktur Gudang Garam Heru Budiman mengatakan, Gudang Garam sadar jika perseroan bukan merupakan satu-satunya produsen rokok di Indonesia. Jika GGRM menaikkan harga jual rokok, sementara produsen lain tidak ikut meningkatkan harga jual rokoknya, maka rokok Gudang Garam akan menjadi yang termahal.
"Dalam suasana saat ini, daya beli belum membaik, GGRM bisa kehilangan volume. Jadi suatu saat kami akan menaikkan harga," ucap Heru dalam Public Expose Live 2022, Jumat (16/9/2022).
Meski demikian, Heru menuturkan Gudang Garam telah meningkatkan harga jual rokok sebanyak dua kali, yakni pada Juli dan September. Menurutnya, dampak peningkatan harga tersebut terhadap profitabilitas GGRM tidak tercermin dalam laporan keuangan semester I/2022.
"Tidak menaikkan harga rokok itu ada batasnya, tentunya akan kami naikkan, dengan risiko volumenya turun. Ke depan lagi pasti ada [kenaikan], tapi kapan, berapa, sabar dulu," tutur dia.
Sebagai informasi, pada semester I/2022, GGRM mencetak pendapatan Rp61,67 triliun, dengan laba bersih senilai Rp956,14 miliar. Laba bersih ini turun 53,97 persen dari Rp2,35 triliun pada semester I/2021.
Baca Juga
Di dalam negeri, Gudang Garam menjual sigaret kretek mesin (SKM) senilai Rp55,9 triliun, sigaret kretek tangan (SKT) Rp4,17 triliun, dan rokok klobot Rp8,43 miliar.
Heru menjelaskan, segmen SKM memiliki beban cukai yang lebih besar dibandingkan segmen SKT. Sehingga, jika bauran penjualan GGRM didominasi di SKM, maka profit GGRM akan turun.
Peningkatan tarif cukai yang terjadi, menurutnya tidak langsung diikuti oleh kenaikan harga penjualan.
Adapun sampai semester I/2022, Gudang Garam telah membayar beban cukai sebesar Rp50,7 triliun. Sementara itu, sejak 2019 hingga 2021, GGRM tercatat telah mengeluarkan biaya sebesar Rp238 triliun untuk membayar tarif cukai. Rinciannya, sebesar Rp68,2 triliun pada 2019, lalu senilai Rp78,7 triliun pada 2020, dan Rp91,1 triliun pada 2021.