Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak menetap lebih tinggi pada akhir perdagangan Rabu (19/1/2022) waktu New York, setelah kebakaran pada pipa dari Irak ke Turki. Peristiwa ini meningkatkan kekhawatiran tentang prospek pasokan jangka pendek yang sudah ketat.
Mengutip Antara, Kamis (20/1/2022), minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret naik US$0,93 atau 1,1 persen, menjadi ditutup pada US$88,44 per barel di London ICE Futures Exchange. Harga patokan global sempat menyentuh US$89,13, tertinggi sejak 13 Oktober 2014.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari bertambah US$1,53 atau 1,8 persen, menjadi menetap di US$86,96 per barel di New York Mercantile Exchange, merupakan level tertinggi sejak 9 Oktober 2014.
Aliran minyak telah dilanjutkan melalui saluran pipa Kirkuk-Ceyhan yang membawa minyak mentah dari Irak utara, produsen terbesar kedua di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, ke pelabuhan Ceyhan di Turki untuk ekspor.
Ledakan yang memicu kebakaran pada pipa di provinsi tenggara Turki itu disebabkan oleh tiang listrik yang jatuh, bukan serangan, kata seorang sumber keamanan senior.
Kekhawatiran pasokan meningkat minggu ini setelah kelompok Houthi Yaman menyerang Uni Emirat Arab, produsen terbesar ketiga OPEC, sementara Rusia, produsen minyak terbesar kedua di dunia, telah meningkatkan kehadiran pasukannya di dekat perbatasan Ukraina, memicu kekhawatiran invasi.
Baca Juga
"Sementara level US$90 dapat memicu beberapa aksi ambil untung dan sedikit penurunan harga, ini menunjukkan bahwa kita secara realistis dapat melihat minyak US$100 segera," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA.
Pejabat dan analis OPEC mengatakan bahwa reli minyak dapat berlanjut dalam beberapa bulan ke depan dan harga bisa mencapai US$100 per barel karena pulihnya permintaan meskipun terjadi penyebaran varian virus corona Omicron.
“Berapapun jumlahnya, tampaknya persediaan global akan terus berkurang selama beberapa bulan lagi dengan pengetatan tersirat dalam keseimbangan yang mempertahankan harga tetap bullish sepanjang sisa bulan ini dan sebagian besar berikutnya,” kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates LLC di Galena, Illinois.
OPEC+, yang mengelompokkan kartel dengan Rusia dan produsen lainnya, sedang berjuang untuk mencapai target peningkatan produksi bulanan mereka sebesar 400.000 barel per hari (bph).
"Pemadaman yang tidak direncanakan di Libya, Ekuador, dan Kazakhstan, ditambah dengan penurunan peringkat ke perkiraan AS, Rusia, dan Brasil, bersama-sama mengakibatkan pasokan satu juta barel per hari lebih rendah bulan ini daripada yang diperkirakan sebelumnya," kata analis pasar minyak senior Rystad Energy Louise Dickson.
Namun demikian, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pasar minyak akan mengalami surplus pada kuartal pertama karena beberapa produsen akan memompa pada atau di atas tingkat tertinggi sepanjang masa.
Surplus minyak juga akan mengakibatkan pada peningkatan persediaan, karena IEA melaporkan bahwa stok komersial di negara-negara OECD jauh di bawah tingkat pra-pandemi di sekitar posisi terendah tujuh tahun.
"Pola beberapa minggu terakhir sedang berulang, dengan kata lain: berita tentang pemadaman pasokan mendorong harga naik secara signifikan, namun harga tidak turun kembali ke level sebelumnya setelah masalah diselesaikan," Carsten Fritsch, analis energi di Commerzbank Research, mengatakan dalam sebuah catatan.