Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa tahun belakangan ini telah terjadi transformasi industri reksa dana. Melalui terobosan baru teknologi, dan semakin meleknya masyarakat akan investasi jumlah investor ritel pun meningkat pesat.
President Director PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen Lilis Setiadi mengungkapkan industri reksa dana sempat mengalami stagnasi dari sisi penambahan jumlah nasabah hingga tahun 2013 yaitu pada rentang 500.000 - 600.000 jumlah nasabah.
Namun, terobosan pada transaksi elektronik dan market place berefek ke pasar finansial, termasuk pasar reksa dana dengan lonjakan jumlah investor di Indonesia saat ini mencapai angka 6,1 juta jumlah nasabah.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, data Agen Penjualan Reksa Dana (APERD) di Indonesia hingga Mei 2021, berjumlah 5,29 juta nasabah yang terdiri dari 5.293 nasabah institusi dan 5,28 juta nasabah individu atau ritel.
Jumlah nasabah tersebut melonjak 181,06 persen jika dibandingkan dengan jumlah nasabah di periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Pada periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu Mei 2020 jumlah nasabah APERD di Indonesia sebanyak 1,88 juta, di mana investor industri hanya sebanyak 4.143 nasabah dan sisanya merupakan nasabah individu.
Baca Juga
Jika kembali ditarik mundur, setahun sebelumnya pada Mei 2019 jumlah nasabah APERD di Indonesia hanya sebanyak 857.006 nasabah yang terdiri dari 853.324 nasabah individu dan 3.682 nasabah institusi.
“Bisa dibayangkan, jadi memang beberapa tahun terakhir ada transformasi yang luar biasa dari dari sisi investasi di reksadana,” ungkap Lilis dalam acara diskusi Bank Commonwealth, BizInsight, dikutip Rabu (29/9/2021).
Di sisi lain dalam acara tersebut juga diungkapkan bahwa dana yang berhasil dihimpun di pasar modal mencapai Rp257,9 triliun pada akhir Agustus 2021 yang meningkat dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp118 triliun.
Lilis mengungkapkan, jika dilihat dari jumlah akun, kontribusi terbanyak jumlah investor ini berasal dari agen penjual fintech. Menurutnya, hal ini terjadi karena adanya transaksi elektronik, mulai dari e-commerce, dan juga banyak kerja sama dan kolaborasi antara perbankan dan fintech.
Sementara, jelasnya hingga tahun 2013, kanal distribusi investor ritel itu didominasi oleh perbankan. Di mana populasi investornya pada saat itu terbatas pada segmen tertentu.
“Kita mulai melihat yang tadinya user non financial products mulai bergeser ke financial products juga. Jadi memang dari jumlah investor fintech ini sangat memainkan peranan,” kata Lilis.
Meski ungkapnya dari sisi dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM) hingga saat ini belum bisa dilihat secara komprehensif. Karena channeling penjualan produk reksa dana melalui fintech ini dinilai masih terus berkembang dan bergerak.
Saat ini, Lilis mengungkapkan dari segi rata rata transaksi per jumlah impor investor fintech masih lebih kecil dibandingkan yang dari agen penjual perbankan.