Bisnis.com, JAKARTA – Produk reksa dana Exchange Traded Fund (ETF) diharapkan bisa tumbuh seiring dengan perbaikan ekonomi di Tanah Air di kuartal IV/2021.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan sebagian indeks utama di Indonesia saat ini memang tertinggal dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Kinerja indeks tersebut selama tahun berjalan masih tercatat negatif karena eksposur terhadap sektor teknologi dan bank digital sangat minim.
Berdasarkan laporan Bursa Efek Indonesia (BEI) per Agustus 2021, sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) indeks LQ45 terpantau masih turun sebanyak 7,32 persen.
Di mana indeks LQ45 merupakan Indeks yang mengukur kinerja harga dari 45 saham yang memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik.
Sama halnya dengan indeks IDX30, indeks yang mengukur kinerja harga dari 30 saham yang memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik, juga terpantau turun 8,26 persen secara ytd.
Baca Juga
Wawan pun mengungkapkan bahwa kinerja produk ETF searah dengan kinerja sebagian besar indeks utama yang turun tersebut. Oleh karena itu, dia berharap pada kuartal IV/2021 kinerja produk ETF akan lebih baik seiring dengan perbaikan ekonomi.
“Semakin meningkatnya aktivitas ekonomi bisa membuat kinerja emiten membaik, hal ini akan menjadi katalis positif bagi ETF,” ungkap Wawan kepada Bisnis, Selasa (21/9/2021).
Wawan menjelaskan, dana kelolaan produk reksa dana ETF selama satu tahun terakhir masih tumbuh yang menunjukkan minat investor.
Selama ini, menurutnya produk ETF menjadi alternatif investor terutama institusi untuk masuk ke instrumen berbasis indeks yang memberikan kinerja setara benchmark dengan risiko lebih terukur dan transparan.
Dia pun menyarankan untuk para Manajer Investasi (MI) untuk bisa mencoba menerbitkan produk yang memiliki eksposur "new economy" yaitu sektor teknologi dan bank digital untuk menyamai pergerakan IHSG.
“Meski hal ini tentu saja memberikan risiko tambahan tetapi bisa menjadi pilihan diversifikasi untuk investor,” ujar Wawan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, dana kelolaan (Nilai Aktiva Bersih/NAB) reksa dana ETF per akhir Agustus 2021 tercatat sebesar Rp14,89 triliun yang merupakan 2,74 persen dari total NAB seluruh tipe reksa dana.
Angka tersebut jika dibandingkan dengan akhir Juli 2021, naik 4,13 persen dengan NAB sebesar Rp14,29 triliun, yang merupakan dana kelolaan terendah sepanjang tahun.
Adapun NAB tertinggi untuk produk ETF sepanjang tahun 2021, terjadi pada bulan Februari sebanyak Rp15,32 triliun yang kemudian dari bulan ke bulan berikutnya mengalami penurunan hingga pada Agustus 2021 tercatat adanya pertumbuhan dana kelolaan.
Sementara itu, total kelolaan reksa dana ETF juga tumbuh jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu Agustus 2020 yaitu senilai Rp14,23 triliun.