Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan manajer investasi masih rutin mengoleksi aset saham untuk dijadikan underlying asset produk reksa dana kendati kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tertekan sejak awal tahun.
Adapun, saham-saham dengan valuasi rendah dan berfundamental kuat disebut menjadi pilihan utama untuk dimasukkan ke dalam portofolio.
Pada akhir perdagangan Senin (8/6/2020), IHSG berhasil menembus level psikologis 5.000 dengan penguatan 2,48% ke level 5.070. Sejak awal tahun, indeks masih tertekan 19,51%.
Farash Farich, Head Of Investment Avrist Asset Management, mengungkapkan pihaknya telah mulai menaikkan bobot saham sejak akhir Maret 2020 secara bertahap.
Adapun, kala itu kondisi pasar saham Indonesia sedang mengalami tekanan dari merebaknya wabah Covid-19 dan sempat menyentuh level terendah sejak 2016 pada level 3.937.
“Kami mulai menaikkan bobot saham di akhir Maret secara bertahap karena valuasinya sudah rendah. Kalau sekarang, kami tetap fully invest,” katanya kepada Bisnis, Senin (8/6/2020).
Baca Juga
Adapun kriteria saham yang dipilih oleh manajer investasi dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) senilai Rp3,34 triliun per akhir Mei 2020 ini adalah saham yang undervalue yang berfundamental kuat. Alasannya, saham-saham tersebut diharapkan mampu bertahan pada saat krisis dan dapat pulih dengan cepat setelah pandemi Covid-19 berlalu.
Farash mengungkapkan saham-saham pilihannya tersebar di sektor perbankan, barang konsumsi, dan lainnya. Untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Avrist AM masih mempertahankan target base case pada level 5.438 sampai dengan akhir tahun.
“Masih sekitar itu [5.438]. Sekitar -1 standar deviasi dari rata-rata trailing P/E Ratio,” jelas Farash.