Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terpantau mengalami penguatan pada awal perdagangan seiring dengan koreksi indeks dolar AS.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (24/3/2020) pukul 8.05 WIB, nilai tukar rupiah di pasar spot dibuka rebound dengan penguatan 70 poin atau 0,42 persen ke level Rp16.505 per dolar AS.
Sementara itu, indeks dolar AS merosot 0,65 persen atau 0,663 poin menuju 101,824.
Penguatan rupiah terjadi seiring dengan rebound mata uang Asia. Dolar Hong Kong menguat 0,02 persen, won Korea Selatan naik 0,65 persen, yuan meningkat 0,07 persen.
Adapun, rupee India anjlok 1,46 persen. Kebijakan lockdown yang diterapkan oleh India berpotensi mendorong derasnya aliran modal asing yang keluar (capital outflow). Hal tersebut diperkirakan membuat pasar saham India anjlok di level paling dalam sejak tahun 2000.
Pada perdagangan Senin (23/3/2020) rupiah ditutup di level Rp16.575 per dolar AS, melemah 3,85 persen atau 615 poin. Penurunan rupiah menjadi yang terlemah di antara mata uang Asia lainnya.
Baca Juga
Selain itu, penutupan itu pun menjadi level terendah bagi rupiah sejak krisis keuangan 1998, atau dalam 22 tahun terakhir. Level saat ini juga hanya berjarak 75 poin untuk menuju level terendah rupiah sepanjang sejarah.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa saat ini rupiah sangat berpotensi untuk anjlok hingga ke level Rp17.000 per dolar AS mengikuti perkembangan penyebaran virus corona atau COVID-19 yang dalam waktu dekat tampak belum akan mereda.
“Untuk perdagangan Selasa (24/3/2020), rupiah kemungkinan bergerak di kisaran Rp16.520 per dolar AS hingga Rp16.900 per dolar AS,” papar Ibrahim.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa pelemahan rupiah masih disebabkan oleh lesunya minat investor asing untuk mengumpulkan aset-aset berisiko termasuk rupiah.
Kecenderungan investor asing untuk melikuidasi aset dan mengumpulkan lebih banyak dolar AS telah menghantui pasar mata uang, tidak hanya di Asia tetapi juga di seluruh dunia. Kepanikan penjualan tersebut pun, bahkan terjadi untuk aset yang biasanya menjadi safe haven seperti emas.
“Oleh karena itu, menjaga kepercayaan diri investor asing agar tidak panik menjual dolar AS menjadi sangat penting dan keluar dari pasar Indonesia. Harus dipaparkan bahwa pasar Indonesia masih sangat menarik sebagai tempat berinvestasi,” ujar Josua saat dihubungi Bisnis, Senin (23/3/2020).
Josua menjelaskan bahwa investor asing harus terus diingatkan berbagai alasan Indonesia merupakan pasar yang menarik seperti rentan suku bunga acuan antara AS dan Indonesia serta yield obligasi Pemerintah AS dan Indonesia yang masih cukup besar.
Komitmen Bank Indonesia untuk terus hadir di pasar pun juga tampak dan seharusnya menambahkan kepercayaan investor asing di pasar dalam negeri.
Belum lagi, kondisi cadangan devisa (cadev) saat ini yang cenderung stabil yang juga harus diperhatikan oleh investor asing. Adapun, per Februari 2020, tercatat hanya turun tipis US$1,3 miliar menjadi hanya US$130,4 miliar.
Langkah pemerintah yang terus berupaya memutus rantai penyebaran virus corona atau COVID-19 juga dapat menjadi sinyal bagi investor asing bahwa Indonesia cukup serius mengurangi risiko dampak penyebaran terhadap ekonomi dalam negeri.
Selama kepercayaan diri dan minat investor asing terhadap aset berisiko tetap rendah, Josua menilai pelemahan rupiah masih akan terjadi dan terbuka lebar untuk penurunan yang tajam.