Bisnis.com, JAKARTA - Mandiri Sekuritas memaparkan beberapa risiko yang dikhawatirkan oleh investor surat utang pada 2020. Berikut penjelasannya.
Kepala Riset Pendapatan Tetap Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan kondisi tahun ini cenderung bullish bagi pasar obligasi. Kendati prospek pasar surat utang secara umum masih menarik pada 2020, tetapi daya tariknya tak sebesar pada tahun ini.
Pihaknya pun menyaring beberapa hal yang memicu kekhawatiran di mata investor surat utang terhadap prospek pada tahun depan. Pertama, penurunan suku bunga acuan oleh The Fed tak akan berlanjut pada tahun depan.
Seperti diketahui, sepanjang tahun ini The Fed telah memangkas suku bunga acuannya sebanyak tiga kali. Pemangkasan suku bunga itu pun akhirnya diikuti oleh kebijakan bank sentral lainnya termasuk Bank Indonesia yang memangkas suku bunga acuan sebanyak empat kali atau 100 basis poin ke level 5%.
Kedua, masuknya China ke indeks surat utang. Masuknya surat utang China ke dalam indeks dikhawatirkan akan menurunkan pamor surat utang RI.
Ketiga, larinya dana asing dari instrumen surat berharga negara (SBN). Kondisi Indonesia saat ini masih bergantung pada dominasi investor asing dalam instrumen SBN sehingga penurunan kepemilikan asing dalam instrumen tersebut memicu pasar obligasi goyah.
"Foreign fund outflow juga menjadi risiko," ujarnya dalam jumpa pers di Gedung Plaza Mandiri, Kamis (19/12/2019).
Terakhir, risiko juga terlihat pada melebarnya defisit neraca berjalan. Handy menilai pelebaran defisit neraca berjalan menjadi dilema karena kerap kali berasal dari pertumbuhan ekonomi.
"Current account deficit apakah melebar lagi karrna ekonomi tumbuh sedikit, current account deficit meningkat," katanya.
Secara umum, dia memproyeksikan imbal hasil surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun berada di kisaran 6,8% sehingga return yang diberikan sebesar 10%.