Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak cenderung melemah seiring dengan berita bahwa delapan negara OPEC+, yang telah berjanji untuk memangkas produksi minyak sukarela, kini akan bertemu pada 31 Mei 2025, sehari lebih awal dari yang direncanakan sebelumnya.
Melansir Reuters pada Selasa (27/5/2025), harga minyak mentah jenis Brent ditutup turun empat sen pada US$64,74 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate AS terpantau stagnan pada US$61,53 per barel.
Tiga sumber OPEC+ dikutip dari Reuters menyebut adanya perubahan waktu pertemuan organisasi tersebut. Pertemuan tersebut kemungkinan akan memutuskan produksi pada Juli, yang akan memerlukan produksi tambahan sebesar 411.000 barel per hari.
Pertemuan tersebut terpisah dari pertemuan menteri negara anggota OPEC dan sekutunya, yang dipimpin oleh Rusia, yang ditetapkan pada 28 Mei 2025.
Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan pada hari Senin bahwa OPEC+ belum membahas kenaikan produksi sebesar 411.000 barel per hari menjelang pertemuannya, kantor berita RIA melaporkan.
Rory Johnston, seorang analis yang berbasis di Toronto dan pendiri buletin Commodity Context menyebut, pada tahap ini, pasar terasa sudah kehabisan tenaga dengan kabar OPEC+ tersebut.
Baca Juga
Dia menambahkan, investor dan pedagang masih mengantisipasi kedatangan barel OPEC tambahan tetapi enggan bereaksi secara signifikan hingga sesuatu yang konkret muncul.
Johnston mengatakan produksi minyak OPEC sedikit menurun pada April meskipun kenaikan produksi yang dijadwalkan mulai berlaku, yang menambah keraguan pasar secara keseluruhan.
"Rasanya [OPEC] benar-benar ingin memiliki berita utama setiap beberapa hari. Tetapi reaksi pasar terhadap mereka saat ini adalah menunggu sesuatu [yang nyata] untuk benar-benar muncul," katanya.
Baik Brent maupun WTI telah diperdagangkan lebih tinggi pada awal sesi setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan dia setuju untuk memperpanjang batas waktu pembicaraan perdagangan dengan Uni Eropa hingga 9 Juli, yang menandai penangguhan kebijakan perdagangan sementara lainnya.
Perpanjangan tersebut meredakan kekhawatiran bahwa tarif AS terhadap Uni Eropa dapat memengaruhi permintaan bahan bakar.
Secara terpisah, Trump mengatakan dalam sebuah unggahan di media sosial bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin telah benar-benar gila dengan melancarkan serangan udara terbesar dalam perang di Ukraina. Dia juga mengatakan bahwa dirinya sedang mempertimbangkan sanksi baru terhadap Moskow.
"Perubahan sikap Trump, dengan menunda tarif yang lebih tinggi untuk Uni Eropa, dan komentarnya tentang kemungkinan sanksi terhadap Rusia cukup mendukung harga minyak mentah saat ini," kata analis UBS Giovanni Staunovo.