Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Bisnis-27 ditutup melemah seiring penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Selasa (8/4/2025). Saham MAPI, UNTR, hingga ANTM terpantau turun paling dalam.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks hasil kerja sama Bursa dengan harian Bisnis Indonesia ini ditutup melemah 8,37% atau 39,41 poin ke level 431,37.
Saham PT Mitra Adiperkasa Tbk. (MAPI) memimpin dengan penurunan sebesar 14,81% menuju level Rp1.150, diikuti saham PT United Tractors Tbk. (UNTR) yang menorehkan penurunan sebesar 14,65% ke Rp20.100 per saham.
Selanjutnya ada saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) yang terperosok 14,37% menuju level Rp1.400, saham PT Indosat Tbk. (ISAT) turun 13,75% ke Rp1.255, dan saham PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADM) terkoreksi 12,22%.
Sementara itu, IHSG mencatatkan penurunan sebesar 7,90% atau 514,47 poin menuju posisi 5.996,14. Sepanjang hari ini, IHSG dibuka pada level 5.914,28 dan sempat menyentuh level tertingginya 6.036,55.
Tercatat, sebanyak 30 saham meningkat, 672 saham turun, dan 95 saham stagnan. Sementara itu, kapitalisasi pasar alias market cap mencapai Rp10.310 triliun.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Dimas Krisna Ramadhani, mengatakan bahwa pergerakan IHSG yang membentuk level terendah baru merupakan leading indicator terhadap kondisi ekonomi nasional. Artinya, dinamika indeks saham saat ini dapat mencerminkan tantangan ekonomi dalam waktu dekat.
“Kita perlu memproyeksikan kondisi ke depan dengan melihat sinyal yang diberikan oleh IHSG dan tidak hanya menggunakan acuan kondisi saat ini,” ujar Dimas saat dihubungi Bisnis pada Selasa (8/4/2025).
Dia menambahkan, dengan kebijakan moneter yang cenderung terbatas, tantangan diperkirakan meningkat saat ekonomi riil mulai menunjukkan perlambatan sebagaimana tercermin dalam pergerakan indeks dalam beberapa bulan terakhir.
Di sisi lain, kebijakan teknis seperti auto-rejection bawah (ARB) dan trading halt dinilai belum sepenuhnya mampu meredam kepanikan pasar. Meskipun kebijakan trading halt diapresiasi sebagai bentuk mitigasi tekanan jual jangka pendek, tetapi penyesuaian ARB menjadi 15% justru dinilai bisa mengurangi likuiditas pasar.
“Jika market maker melihat tekanan jual masih besar, mereka cenderung menunggu. Akibatnya, saham-saham yang tidak terkait dengan foreign flow justru banyak yang menyentuh ARB hari ini, tapi dengan volume transaksi yang rendah,” ucapnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.