Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah cukup dalam sebesar 2,34% ke level 6.591 pada perdagangan sesi satu, Selasa (25/2/2025) tertekan oleh sentimen aksi jual bersih atau net sell investor asing.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, investor nonresiden terpantau telah banyak keluar dari pasar saham Tanah Air sejak awal tahun senilai Rp15,15 triliun. Dalam sehari kemarin saja, dana asing yang kabur dari domestik mencapai Rp3,47 triliun.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun anjlok 2,34% ke level 6.591 pada akhir perdagangan sesi satu, Selasa (25/2/2025), sehari setelah Presiden Prabowo Subianto meluncurkan BPI Danantara yang turut mengelola tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pelemahan IHSG dan berlanjutnya aksi net sell asing ini terjadi sehari setelah Presiden Prabowo Subianto merilis secara resmi BPI Danantara pada Senin (24/2/2025).
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan mengatakan secara keseluruhan IHSG saat ini melemah karena menghadapi tekanan jual dari investor asing.
"Menurut saya, Danantara Indonesia sebagai superholding BUMN baru memang menjadi sorotan pasar. Namun, penurunan tajam IHSG juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain," katanya kepada Bisnis, Selasa (25/2/2025).
Baca Juga
Dia menjelaskan bahwa beberapa tekanan terhadap IHSG di antaranya karena arus keluar modal asing (net sell) yang tinggi, terutama sejak awal Februari 2025.
Keluarnya investor asing dari Indonesia salah satunya juga didorong oleh keputusan Morgan Stanley yang menurunkan peringkat saham Indonesia ke underweight. Penilaian itu pun membuat selera investor asing untuk masuk menjadi hambar.
Kemudian, dia menjelaskan bahwa ketidakpastian global terutama terkait kebijakan suku bunga The Fed yang masih cenderung ketat dan berdampak terhadap pasar negara berkembang membuat investor cenderung masuk ke aset yang lebih aman di negara maju.
Dari dalam negeri, sepertinya peluncuran Danantara oleh pemerintah belum cukup kuat untuk menarik minat investor asing maupun menggerakkan pasar.
"Meskipun Danantara menjadi faktor baru yang memengaruhi pasar, tekanan jual yang terjadi tampaknya lebih disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor tersebut," ujarnya.
Menurutnya pelaku pasar masih menunggu kepastian mengenai susunan manajemen Danantara dan strategi pengelolaannya ke depan.
Dia melihat apabila Danantara diisi oleh sosok profesional dengan rekam jejak yang baik, maka kepercayaan pasar bisa meningkat, dan sebaliknya apabila ada indikasi konflik kepentingan, maka risiko ketidakpastian akan meningkat yang bisa memperburuk aksi jual di pasar saham.
Lebih lanjut, dia melihat bahwa saham-saham BUMN khususnya big caps masih mengalami tekanan jual yang cukup besar.
"Apabila valuasinya sudah terlalu rendah, ada kemungkinan investor akan melihat ini sebagai peluang bargain hunting, terutama bagi emiten yang memiliki fundamental kuat dan potensi dividen menarik," ucapnya.
Kemudian dia menjelaskan bahwa untuk meredam tekanan pasar akibat sentimen negatif, beberapa langkah bisa diambil oleh pemerintah dan otoritas pasar.
Pertama, dia mengatakan perlunya memberikan kejelasan mengenai arah kebijakan Danantara, terutama terkait strategi pengelolaan aset dan dampaknya bagi pasar modal. Kedua, mendorong aksi buyback saham BUMN, untuk menstabilkan harga saham yang turun tajam.
"Menurut saya secara keseluruhan, IHSG sedang menghadapi tekanan dari berbagai faktor, baik domestik maupun global. Kejelasan kebijakan Danantara dan langkah stabilisasi pasar akan menjadi kunci dalam menentukan arah pasar ke depannya," tambahnya.