Bisnis.com, JAKARTA — PT Central Omega Resources Tbk. (DKFT) mencatatkan pertumbuhan produksi dan penjualan bijih nikel yang signifikan pada periode 2024.
Berdasarkan keterbukaan informasi Selasa (4/2/2025), DKFT melaporkan produksi bijih nikel pada tahun 2024 sebesar 2,95 juta wet metric ton (wmt).
Torehan produksi sepanjang 2024 itu naik 130% secara year on year (YoY) jika dibandingkan dengan capaian pada 2023 di angka 1,28 juta wmt.
“Jumlah produksi bijih nikel perseroan pada kuartal IV tahun 2024 mencapai 1,2 juta wmt, meningkat 112% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023 sebesar 568.070 wmt,” kata Corporate Secretary DKFT Yohanes Supriady lewat keterbukaan informasi, Selasa (4/2/2024).
Selain itu, Yohanes menambahkan, perseroan turut berhasil meningkatkan penjualan bijih nikel sepanjang 2024 ke level 2,59 juta ton. Capaian penjualan tersebut tumbuh 105% dari posisi sepanjang 2023 di level 1,26 juta ton.
“Pencapaian ini menunjukkan keberhasilan strategi perseroan dalam menghadapi tantangan pasar dan memanfaatkan peluang yang ada,” kata Yohanes.
Baca Juga
Dari lantai bursa, saham DKFT menguat 2,5% ke level Rp246 per saham sampai penutupan perdagangan hari ini, selepas rilis kinerja produksi dan penjualan perseroan sepanjang 2024. Adapun, saham DKFT telah menguat 138,83% atau 143 poin secara tahunan.
Sebelumnya, BCA Sekuritas menyematkan rating underweight untuk sektor nikel dalam riset teranyar akhir Januari 2025.
Kendati harga saham emiten nikel terdiskon lebar sampai awal tahun ini, BCA sekuritas menilai pasar nikel global dianggap masih lesu akibat oversupply.
Analis BCA Sekuritas Muhammad Fariz mengatakan pandangan underweight itu berbasis pada pertimbangan tinginya produksi baja tahan karat di China di tengah permintaan yang melanjutkan tren pelemahan.
Konsekuensinya, terjadi penumpukan stok di sejumlah produsen yang belakangan ikut berdampak pada pasokan nickel pig iron (NPI) di pasar.
“Kami menilai bahwa NPI dan baja tahan karat kini menunjukkan tanda lampu kuning karena ruang untuk perbaikan harga mungkin terbatas jika pasokan NPI terus meningkat, sementara permintaan tetap lemah,” tulis Fariz dalam risetnya dikutip, Selasa (28/1/2025).
Selain itu, kata Fariz, sebagian produsen bersikap pesimistis dan memutuskan untuk mengurangi produksi lantaran permintaan belum cukup kuat sampai saat ini.
Situasi itu berlanjut menekan harga baja tahan karat hingga mencapai level terendah dalam 4 tahun, diikuti oleh penurunan harga NPI.
“Sementara itu, untuk produk kelas 1, prospek masih menunjukkan tanda "lampu merah," karena inventaris LME kemungkinan tetap tinggi, terutama didorong oleh lonjakan produk di pasar Asia,” kata dia.
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.