Selanjutnya, INCO turut mengejar pengambangan blok tambang baru di Pomalaa dengan tambahan produksi tahunan 28,15 juta saprolit dan limonit.
Belanja modal untuk blok tambang baru ini sebesar US$1 miliar yang diharapkan beroperasi pada kuartal II/2026. Proyek tambang baru di Pomalaa telah berjalan 22%.
Sementara itu, blok tambang baru di Sorowako menelan investasi sekitar US$257 juta dengan ekspektasi tambahan produksi tahunan 11,5 juta limonit. Proyek ini diharapakan selesai pada kuartal III/2026.
“Dengan mempertimbangkan nilai investasi yang cukup besar, maka pinjaman merupakan salah satu cara PT Vale untuk membiayai proyek-proyek pengembangan tambang tersebut,” kata dia.
Sebelumnya, Mirase Asset Sekuritas Indonesia mengerek target harga untuk INCO ke level Rp4.290 per lembar. Dengan asumsi EV/EBITDA 6,5 kali.
Hanya saja sampai penutupan perdangan sesi I, Kamis (19/12/2024), saham INCO terkoreksi 3,2% ke level Rp3.630 per lembar. Sejak awal tahun, saham INCO telah melemah 16,22% setelah sempat menyentuh level tertingginya di angka Rp5.098 per lembar pada 29 Mei 2024.
Baca Juga
Kendati memasang pandangan netral untuk INCO di tengah tantangan penurunan harga nikel dan ongkos produksi jangka pendek, Mirae menilai perseroan memiliki prospek pertumbuhan pendapatan yang masif lewat investasi pengembangan blok tambang dan smelter tahun depan.
“Kendati tantangan tahun ini, INCO menunjukkan ketahanan lewat produksi volume yang tetap kuat dan manajemen ongkos yang disiplin, memastikan perusahaan tetap stabil di tengah pasar yang bergejolak,” tulis analis Mirae Asset Rizkia Darmawan dan Wilbert Arifin dalam risetnya dikutip, Kamis (19/12/2024).
INCO membukukan penurunan laba bersih yang signifikan sepanjang Januari-September 2024 menjadi US$51,1 juta. Penurunan itu terimbas lesunya pendapapatan akibat rata-rata harga jual nikel yang merosot.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2024, laba bersih INCO pada 9 bulan 2024 jeblok 78,55% year-on-year (YoY) dari capaian US$238,27 juta pada periode yang sama 2023.
Rizkia Darmawan dan Wilbert Arifin memproyeksikan laba bersih INCO sampai akhir tahun bakal mencapai sekitar US$73 juta , dengan mendapatan mencapai US$1 miliar dan EBITDA mencapai US$297 juta.
“Margin diperkirakan akan turun seiring dengan tekanan dari ongkos, terutama dari bahan bakar, batu bara dan diesel yang masih tinggi,” tulis Rizkia Darmawan dan Wilbert Arifin dalam risetnya.