Bisnis.com, JAKARTA — PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) tengah mengincar pinjaman sebesar US$1,2 miliar untuk memulai proyek pengembangan blok tambang anyar tahun depan.
Manuver untuk menarik pendanaan lewat pinjaman perbankan itu dilakukan setelah lembaga pemeringkat S&P Global Ratings mengerek peringkat kredit INCO menjadi BB+ dengan prospek stabil, dari semula BB awal bulan ini.
“Untuk pinjaman sedang berproses, dan kenaikan peringkat kredit BB+ dari S&P Global Ratings menjadi 1 kredibilitas baik bagi kami,” kata Head of Corporate Communications INCO Vanda Kusumaningrum saat dikonfirmasi, Rabu (18/12/2024).
Vanda mengatakan perseroannya telah melakukan pengembangan 3 tambang baru di Blok Pomalaa, Morowali dan Sorowako.
Berdasarkan data INCO, proyek pengembangan tambang di Morowali diperkirakan selesai pada kuartal IV/2025 dengan tambahan kapasitas produksi mencapai 3,84 juta ton saprolit per tahun.
Sampai akhir tahun ini, proyek pengembangan tambang Morowali dengan nilai belanja modal US$399 juta itu telah mencapai 35%.
Baca Juga
Selanjutnya, INCO turut mengejar pengambangan blok tambang baru di Pomalaa dengan tambahan produksi tahunan 28,15 juta saprolit dan limonit.
Belanja modal untuk blok tambang baru ini sebesar US$1 miliar yang diharapkan beroperasi pada kuartal II/2026. Proyek tambang baru di Pomalaa telah berjalan 22%.
Sementara itu, blok tambang baru di Sorowako menelan investasi sekitar US$257 juta dengan ekspektasi tambahan produksi tahunan 11,5 juta limonit. Proyek ini diharapakan selesai pada kuartal III/2026.
“Dengan mempertimbangkan nilai investasi yang cukup besar, maka pinjaman merupakan salah satu cara PT Vale untuk membiayai proyek-proyek pengembangan tambang tersebut,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, INCO membukukan penurunan laba bersih yang signifikan sepanjang Januari-September 2024 menjadi US$51,1 juta.
Penurunan itu terimbas lesunya pendapapatan akibat rata-rata harga jual nikel yang merosot.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2024, laba bersih INCO pada 9 bulan 2024 jeblok 78,55% year-on-year (YoY) dari capaian US$238,27 juta pada periode yang sama 2023.
Laba bersih yang anjlok sejalan dengan penurunan pendapatan INCO hingga akhir September 2024. Pendapatan INCO turun 24,45% YoY menjadi US$708,5 juta dari US$937,8 juta di periode yang sama tahun lalu.
Pendapatan ini dikontribusi dari penjualan ke Vale Canada Limited (VCL) dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. (SMM) yang merupakan pihak berelasi perseroan. Penjualan kepada VCL hingga akhir September ini adalah sebesar US$562,9 juta, dan ke SMM adalah sebesar US$145,65 juta.
Rizky Putra, Chief Financial Officer Vale Indonesia, memaparkan perseroan menghadapi tantangan, terutama dari penurunan harga nikel yang berkelanjutan hingga kuartal III/2024.
"Penurunan ini terutama disebabkan oleh harga realisasi nikel matte yang lebih rendah dan juga efek satu kali dari pemeliharaan fasilitas penggilingan batu bara pada September, yang menyebabkan konsumsi HSFO lebih tinggi untuk menggantikan penggunaan batu bara," kata Rizky dalam keterangan resmi, Kamis (31/10/2024).
INCO mencatat harga realisasi rata-rata sepanjang 9 bulan 2024 sebesar US$13.262 per ton atau 29% lebih rendah dari US$18.596 per ton pada 9 bulan 2023.
Pada saat yang sama, volume produksi nikel INCO naik 6% secara tahunan dari 51.644 ton menjadi 52.783 ton. Sejalan dengan itu, realisasi volume penjualan INCO tercatat sebanyak 53.429 ton atau lebih tinggi 5,93% YoY dari 50.435 ton pada Januari-September 2023.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.