Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang rupiah dibuka melemah ke posisi Rp15.130 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Senin (30/9/2024).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka pada perdagangan dengan turun 0,03% atau 5 poin ke posisi Rp15.130 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terpantau naik 0,06% ke posisi 100,172.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. Yen Jepang melemah 0,12%, rupee India melemah 0,07%, yuan China melemah 0,04%, dolar Hong Kong melemah 0,01%, dan dolar Taiwan melemah 0,02% terhadap dolar AS.
Sementara, won Korea menguat 0,22%, peso Filipina menguat 0,05%, baht Thailand menguat 0,10%, dolar Singapura menguat sebesar 0,05%, dan ringgit Malaysia menguat 0,48%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi telah memprediksi bahwa untuk perdagangan (30/9/2024) mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif tetapi berpotensi ditutup menguat di rentang Rp15.030-Rp15.140 per dolar AS.
Pada perdagangan akhir pekan (27/9) mata uang rupiah ditutup menguat 45 poin di level Rp15.125 dari penutupan sebelumnya di level Rp15.165 per dolar AS.
Ibrahim mengatakan bahwa greenback mulai memangkas kerugian setelah data menunjukkan klaim pengangguran mingguan AS turun 4.000 ke level terendah selama 4 bulan sebesar 218.000, di bawah perkiraan 225.000 oleh para ekonom yang disurvei oleh Reuters.
Laporan lain menunjukkan laba perusahaan meningkat daripada yang diperkirakan sebelumnya pada kuartal kedua sementara produk domestik bruto tumbuh pada 3% yang tidak direvisi.
Ukuran pesanan baru untuk barang modal utama buatan AS secara tidak terduga naik pada Agustus, meskipun pengeluaran bisnis untuk peralatan tampaknya telah berkurang pada kuartal ketiga ini.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan data pasar tenaga kerja dan inflasi menunjukkan ekonomi AS berada di jalur menuju soft landing, tetapi langkah terakhir dalam upaya untuk menjinakkan inflasi berkisar pada penurunan biaya perumahan.
Menurut Alat FedWatch CME Group, pasar sepenuhnya memperkirakan penurunan setidaknya 25 basis poin pada pertemuan Fed pada 6-7 November, dengan peluang 51,3% untuk penurunan setengah poin persentase yang sangat besar.
Selain itu, Bank sentral China menurunkan suku bunga dan menyuntikkan likuiditas ke dalam sistem perbankan saat Beijing meningkatkan stimulus untuk menarik kembali pertumbuhan ekonomi menuju target sekitar 5% tahun ini dan melawan tekanan deflasi.
Lebih banyak langkah fiskal diharapkan akan diumumkan sebelum hari libur China yang dimulai pada 1 Oktober, setelah pertemuan para pemimpin tertinggi Partai Komunis menunjukkan peningkatan rasa urgensi tentang meningkatnya hambatan ekonomi.