Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat pada perdagangan akhir pekan hari ini, Jumat (6/9/2024) ke level Rp15.401 per dolar AS.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka menguat 0,51% atau 78,5 poin ke level Rp15.401. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau turun 0,06% ke level 101,04.
Bersamaan dengan rupiah, beberapa mata uang kawasan Asia pun dibuka menguat. Yen Jepang misalnya menguat 0,13%, dolar Taiwan menguat 0,22%, dan won Korea Selatan menguat 0,06%.
Mata uang lainnya yang dibuka menguat adalah peso Filipina 0,4% dan baht Thailand 0,17%.
Adapun, yuan China melemah 0,04%, dolar Singapura melemah 0,02%, serta rupee India melemah 0,01%.
Sebelumnya, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksikan rupiah pada perdagangan hari ini, akan berfluktuasi namun akan ditutup menguat di rentang Rp15.300 – Rp15.520 per dolar AS.
Baca Juga
Terdapat sejumlah sentimen yang akan memengaruhi fluktuasi rupiah. Dari luar negeri, investor tengah bersiap menghadapi pekan yang penuh dengan data penting, termasuk laporan pengangguran AS yang akan dirilis pada hari ini. Laporan tersebut diharapkan memiliki dampak besar terhadap keputusan Federal Reserve atau The Fed yang akan diumumkan pada 18 September 2024.
“Antisipasi terhadap data ini meningkat setelah komentar dari Ketua Fed, Jerome Powell, bulan lalu yang menunjukkan kemungkinan penurunan suku bunga karena kekhawatiran melemahnya pasar tenaga kerja,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Menurut alat CME FedWatch, ada peluang 63% untuk penurunan sebesar 25 basis poin dan peluang 37% untuk penurunan sebesar 50 basis poin. Secara keseluruhan, pasar telah memperhitungkan total penurunan suku bunga sebesar 100 basis poin sepanjang 2024.
Dari dalam negeri, Ibrahim menuturkan bahwa pasar merespons positif data inflasi Agustus 2024 yang mencapai 2,12% secara tahunan (year on year/yoy). Posisi itu bergerak stabil karena didorong oleh penurunan sebagian besar harga pangan.
“Namun, pemerintah tetap mewaspadai potensi risiko musim kemarau yang dapat berdampak pada komoditas beras,” pungkasnya.
Inflasi harga yang diatur pemerintah tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,68% yoy, didorong oleh kenaikan harga BBM nonsubsidi dan rokok. Sementara itu, inflasi harga bergejolak melanjutkan tren penurunan sebesar 3,04% yoy.
Penurunan harga pangan terutama didorong oleh pasokan yang melimpah seiring dengan masa panen serta turunnya biaya produksi seperti pakan jagung.
Sebelumnya, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 tercatat berada di level 48,9. Nilai tersebut mencerminkan penurunan kinerja sektor manufaktur global di tengah tekanan permintaan. Negara mitra dagang dan kawasan ASEAN juga mengalami tantangan yang sama, seperti AS yang mencatatkan PMI 48,0 dan Jepang 49,8.
Adapun, Malaysia dan Australia juga mencatatkan PMI manufaktur yang terkontraksi masing-masing di level 49,7 dan 48,5.
“Di tengah perlambatan PMI Indonesia, optimisme masih terjaga dengan kinerja sejumlah industri unggulan di tanah air. Industri makanan dan minuman serta kimia farmasi hingga triwulan II lalu konsisten tumbuh di atas 5% yoy.” tutur Ibrahim.