Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Unjuk Gigi, Rupiah Dibuka Menguat ke Level Rp15.619 per Dolar AS

Mata uang rupiah dibuka menguat ke posisi Rp15.619 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Kamis (15/8/2024).
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang rupiah dibuka menguat ke posisi Rp15.619 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Kamis (15/8/2024). 

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka pada perdagangan dengan naik 0,36% atau 56 poin ke posisi Rp15.619 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terpantau menguat 0,09% ke posisi 102,475.

Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. Baht Thailand melemah 0,22%, won Korea melemah 0,22%, ringgit Malaysia melemah 0,31%, dan yuan China melemah 0,31%.

Lalu, peso Filipina melemah 0,11%, dolar Taiwan melemah 0,04%, dolar Singapura melemah sebesar 0,14%, dolar Hong Kong melemah sebesar 0,02% dan yen Jepang melemah 0,10%. Rupee India jadi satu-satunya yang menguat sebesar 0,03%.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi sebelumnya memprediksi untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif tetapi akan ditutup menguat direntang Rp15.600-Rp15.710.

Dia mengatakan pada perdagangan kemarin (14/8/2024), mata uang rupiah ditutup dengan menguat tajam 157,5 poin walaupun sebelumnya sempat menguat 160 poin dilevel Rp15.675 dari penutupan sebelumnya di level Rp15.832,5. 

Menurutnya, ada banyak faktor yang menyebabkan ekonomi global mengalami tekanan, di antaranya yang paling kentara adalah kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) yang dikabarkan terancam resesi

Hal itu dikarenakan para pelaku pasar keuangan memperkirakan AS bakal mengalami hard landing usai mengalami inflasi yang tinggi. Inilah yang terjadi pada pekan lalu, yang menunjukkan volatilitas besar dari sisi ekonomi AS dan pengaruhnya ke seluruh dunia.

Sementara itu, kondisi perekonomian di Eropa masih terpantau rentan, karena sentimen geopolitik serta perang antara Ukraina dan Rusia. 

Kemudian, perekonomian China mengalami pertumbuhan yang melambat pada kuartal II/2024 di angka 4,7%, di antaranya karena masalah pinjaman dalam negeri yang besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Erta Darwati
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper