Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis kapitalisasi pasar saham di Indonesia bisa menembus angka US$1 triliun pada tahun ini. Namun, pengamat pasar modal menilai angka tersebut tidak realistis untuk terwujud tahun ini.
Harapan BEI atas kapitalisasi pasar saham jumbo itu muncul tatkala kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) menunjukan tren penguatan. Pada perdagangan kemarin, Rabu (14/8/2024), IHSG menguat 1,08% atau 79,40 poin ke level 7.436,03 dan menyentuh rekor harga tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH).
Untuk diketahui, rekor ATH IHSG sebelumnya berada pada level 7.433,31 yang ditembus pada penutupan perdagangan Maret lalu (14/3/2024).
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy mengatakan IHSG terdongkrak oleh semakin besarnya kemungkian penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed atau Fed Fund Rate (FFR) dalam waktu dekat ini.
Bahkan menurut Fedwatch Tool, peluang The Fed akan menurunkan suku bunga pada September 2024 adalah 100%. Kondisi tersebut juga mendorong penguatan yang cukup signifikan terhadap rupiah.
Selain itu, penguatan indeks terjadi didorong oleh kinerja keuangan emiten pada semester I/2024 yang bertumbuh, terutama beberapa saham dengan kapitalisasi pasar besar.
Baca Juga
Menurut Irvan, apabila sentimen positif tersebut berlanjut dan tidak ada gejolak yang signifikan di pasar, bukan tidak mungkin kapitalisasi pasar akan terus meningkat signifikan. Apalagi, didorong oleh optimisme penurunan suku bunga, penguatan rupiah, dan penambahan jumlah emiten tercatat, serta kinerja emiten yang terus tumbuh.
"Kami optimistis dan berharap kapitalisasi pasar saham bisa menembus angka di US$1 triliun pada tahun ini, dari posisi saat ini di angka US$773 miliar," ujar Irvan dalam jawaban tertulis pada Kamis (15/8/2024).
Akan tetapi, harapan BEI itu dinilai tidak realistis. Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan katalis utama dalam mendongkrak kinerja kapitalisasi pasar hingga menyentuh level US$1 triliun adalah adanya korporasi besar atau emiten asing yang listing di bursa.
Alternatif lain, IHSG harus naik sekitar 20% dari indeks saat ini atau harus mampu menembus level 8.800. "Akan tetapi, IHSG [tembus 8.800] tidak mungkin di tahun ini, sehingga hanya mengandalkan emiten korporasi besar atau emiten asing untuk go public," ujar Budi kepada Bisnis pada Kamis (15/8/2024).
Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat juga mengatakan keinginan BEI agar kapitalisasi pasar saham Indonesia menyentuh level US$1 triliun itu tidak realistis untuk tahun ini.
"Pendorong kapitalisasi pasar adalah kinerja ekonomi yang harus bagus, kinerja perusahaan baik, investor harus ramai-ramai beli saham. Semua faktor tersebut tidak terjadi. Kinerja emiten banyak yang turun, investor tidak tertarik, volume transaksi turun. Jadi [kapitalisasi pasar saham US$1 triliun tahun ini] tidak realistis," ujar Teguh kepada Bisnis pada Kamis (15/8/2024).
Selain itu, menurutnya rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) saham di Indonesia pun masih belum optimal. Per Agustus 2024, RNTH mencapai Rp11,8 triliun per hari. Sementara target BEI, RNTH tahun ini mencapai Rp12,25 triliun per hari. "Ini karena orang pada pindah [investasi] ke kripto," ujarnya.
Alhasil, kapitalisasi pasar menurutnya baru bisa menyentuh level US$1 triliun dalam kurun waktu lima tahun, bahkan 10 tahun lagi.
Ia mengatakan dalam mendongkrak kinerja kapitalisasi pasar, bursa pun mesti menggencarkan kampanye agar masyarakat tertarik berinvestasi di pasar modal, dan tidak berpindah ke perdagangan kripto.
Kemudian, menurutnya bursa mesti menghindari pembuatan peraturan yang malah merugikan investor, seperti peraturan Papan Pemantauan Khusus (PPK) dengan skema full call auction (FCA). "Kalau BEI mengajak investor ke pasar modal, tapi di sana ada kebijakan yang merugikan. Ya investor pun enggak mau masuk," ujarnya.
__________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.