Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Komoditas Hari Ini (8/7): Emas, Batu Bara, dan CPO Kompak Meredup

Harga emas terpantau melemah pada perdagangan Senin (8/7/2024). Sementara itu, harga batu bara dan CPO ditutup melemah pekan lalu.
Seorang pekerja menata emas batangan di kantor pusat YLG Bullion International Co. di Bangkok, Thailand, Jumat (22/12/2023)/Bloomberg-Chalinee Thirasupa
Seorang pekerja menata emas batangan di kantor pusat YLG Bullion International Co. di Bangkok, Thailand, Jumat (22/12/2023)/Bloomberg-Chalinee Thirasupa

Bisnis.comJAKARTA - Harga emas mencatatkan pelemahan di tengah kabar bahwa bank sentral China tidak membeli emas selama dua bulan berturut-turut.

Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot pada perdagangan Senin (8/7/2024) melemah 0,26% ke level US$2.385,98 per troy ounce pada pukul 06.37 WIB. 

Kemudian, harga emas Comex kontrak Agustus 2024 ditutup melemah 0,14% ke level US$2.394,30 per troy ounce pada pukul 06.27 WIB. 

Bank sentral China (PBOC) diketahui tidak membeli emas untuk bulan kedua pada Juni 2024. Hal ini lantaran logam mulia tersebut telah menurun dari rekor tertinggi. 

Berdasarkan data resmi yang dirilis pada Minggu (7/7) emas batangan yang dipegang oleh PBOC tidak berubah pada 72,8 juta troy ounce pada akhir bulan lalu. Bank sentral memilih untuk tidak menambah cadangan pada Mei 2024, sehingga mengakhiri aksi beli besar-besaran selama 18 bulan  yang membantu meningkatkan harga emas dari rekor tertinggi. 

Sebelumnya, pada perdagangan Jumat (5/4)  harga emas melanjutkan penguatan ke level tertinggi dalam satu bulan, menyusul data tenaga kerja utama Amerika Serikat (AS) yang menunjukan pasar tenaga kerja melemah. 

Adapun, hal tersebut meningkatkan perkiraan seputar penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed) pada September 2024. 

Harga Batu Bara 

Berdasarkan data Bloomberg, harga batu bara kontrak Juli 2024 di ICE Newcastle melemah 0,55% ke level US$135,75 per metrik ton pada penutupan perdagangan Jumat (5/7). Kemudian, batu bara kontrak Agustus 2024 juga melemah 0,33% ke US$137,45 per metrik ton. 

Mengutip BigMint, dalam stok baru bara, pabrik-pabrik India telah membangun stok untuk mengantisipasi musim hujan yang menyebabkan permintaan lesu. Pembangkit listrik pesisir India juga melaporkan persediaan yang tinggi, cukup untuk lebih dari dua minggu pembakaran. 

Kemudian di China, permintaan dari pengguna akhir juga sedikit meningkat, namun tawaran sebenarnya tetap stagnan. Pembangkit listrik juga sudah memegang persediaan batu bara yang substansial, yang lebih lanjut menekan permintaan segera. 

Namun, walaupun permintaan rendah dari negara-negara Asia utama dan produksi domestik yang melimpah, para penambang tengah mempertimbangkan untuk mengurangi target produksi di pasar batu bara termal Indonesia. Harga diperkirakan terus menurun dalam waktu dekat.

Sebelumnya, diketahui bahwa dari sisi pasokan, sektor batu bara Indonesia berhati-hati terhadap pasokan dan dikatakan tidak memenuhi target produksi pemerintah pada tahun ini. Pasar tetap bearsih dengan minat terbatas dari pedagang.

Harga CPO

Harga komoditas minyak kelapa sawit atau CPO berjangka pada penutupan perdagangan Jumat (5/7) kontrak September 2024 melemah 27 poin ke 4.040 ringgit per ton di Bursa derivatif Malaysia. Kemudian, kontrak Juli 2024 juga melemah 47 poin ke level 4.070 ringgit per ton, 

Mengutip Bernama, menurut pedagang kontrak berjangka CPO diperkirakan mengalami perdagangan yang tenang pada minggu ini, menjelang laporan panen utama Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB). 

“Kami mengantisipasi harga diperdagangkan antara RM3.920 per ton dan RM4.080 per ton dengan pasar yang sideways,” jelas pedagang minyak sawit David Ng. 

Ketua Kompartemen Media Relation Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Fenny Sofyan, menuturkan bahwa produksi sawit yang stagnan dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh produktivitas yang rendah. Hal ini menimbang hampir 40% tanaman kelapa sawit di Indonesia telah memasuki kategori tanaman tua, atau tidak produktif. 

"Perkebunan kelapa sawit di Indonesia memang lebih besar dari Malaysia, tapi kalau dilihat dari produktivitas kita lebih rendah. Ini harus di level yang sama," jelas Fenny dalam diskusi publik di Kementerian Pertanian, Kamis (4/7).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper