Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Melemah ke Level Terendah sejak 2020, Masih Ada Potensi Rebound

Nilai tukar rupiah mencapai posisi terlemah sejak April 2020, saat Indonesia baru saja dihantam pandemi Covid-19.
Annasa Rizki Kamalina,Rizqi Rajendra
Selasa, 18 Juni 2024 | 06:46
Nilai tukar rupiah mencapai posisi terlemah sejak April 2020, saat Indonesia baru saja dihantam pandemi Covid-19. Bisnis/Himawan L Nugraha
Nilai tukar rupiah mencapai posisi terlemah sejak April 2020, saat Indonesia baru saja dihantam pandemi Covid-19. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah mencapai posisi terlemah sejak April 2020, saat Indonesia baru saja dihantam pandemi Covid-19. Namun, masih ada peluang rupiah bergerak menguat pada akhir 2024.

Berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (14/6/2024), rupiah menutup perdagangan dengan turun 0,87% atau setara 142 poin ke posisi Rp16.412 per dolar AS. Sementara itu indeks dolar terpantau naik 0,34% ke level 105,55.

Pada pekan ini, pelaku pasar menantikan keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 20 Juni 2024, pelaku pasar memprediksi BI rate ditahan di level 6,25%. Namun, pergerakan rupiah pekan depan juga relatif terbatas mengingat ada libur Iduladha pada 17 dan 18 Juni 2024.

Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata mengatakan, pada perdagangan akhir pekan lalu rupiah juga sempat menembus level Rp16.417,5 atau menjadi nilai tukar rupiah paling lemah dalam kurun waktu 4 tahun terakhir.

“Ini menjadi nilai tukar rupiah terlemah sejak April 2020, level Rp16.417 adalah posisi tertinggi dolar AS terhadap rupiah selama 4 tahun,” ujar Liza dalam diskusi virtual yang digelar oleh Indonesia Investment Education pada Sabtu (15/6/2024).

Menurutnya, tekanan terhadap rupiah tersebut tak lepas dari pengaruh keputusan hawkish Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) yang mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 5,25%-5,5% pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Rabu (12/6/2024) waktu AS.

Liza mengatakan, dolar indeks yang mengukur kekuatan greenback terhadap 6 mata uang utama dunia lainnya sedang dalam tren naik (uptrend). Kendati demikian, jika dianalisa secara teknikal, menurutnya masih ada harapan nilai tukar rupiah akan kembali menguat terhadap dolar AS.

“Kalau dilihat dari sisi indikator RSI ada negative divergence, jadi ketika dolar AS itu terus membuat new high terhadap rupiah, tapi buying momentumnya mulai melemah. Jadi ini juga cocok dengan harapan bahwa pivot di tahun ini akan lebih jelas ke depannya,” ujar Liza.

Rupiah Melemah ke Level Terendah sejak 2020, Masih Ada Potensi Rebound

Tim Riset Phintraco Sekuritas menambahkan, inflasi di AS tetep tinggi, sehingga The Fed harus mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama lagi. Alhasil, imbal hasil di AS dengan risiko yang terbatas lebih menarik.

Adapun, data inflasi AS yang dirilis pada Rabu sebelumnya memberikan kepastian bahwa kemajuan menuju target inflasi 2% telah berlanjut. Indeks harga konsumen inti yang tidak termasuk makanan dan energi naik 0,2% pada Mei dan 3,4% dari tahun sebelumnya. Namun, The Fed masih perlu lebih banyak bukti lebih lanjut sebelum pangkas suku bunga.

Sementara itu, surplus neraca perdagangan Indonesia (NPI) yang semakin kecil yang berdampak pada turunnya pendapatan dolar AS. Neraca perdagangan Indonesia pada April membukukan surplus US$3,56 miliar, atau lebih rendah dibandingkan bulan Maret yang mencapai US$4,47 miliar.

"Pekan ini pada Rabu [19/6/2024] akan kembali dirilis data NPI dan diproyeksikan surplus NPI kembali turun ke US$1,0 miliar," tulis Tim Riset Phintraco Sekuritas.

Potensi Rupiah Rebound

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk., Josua Pardede menyampaikan bahwa dengan ekspektasi penurunan FFR pada Desember mendatang, pihaknya percaya bahwa ruang untuk penurunan BI Rate akan bergeser ke awal 2025.

Josua menjelaskan bahwa Bank Indonesia akan terus berupaya menjaga stabilitas dengan mempertahankan spread positif dari instrumen keuangan domestik Indonesia, sehingga BI baru akan menurunkan suku bunga setelah The Fed menurunkan FFR terlebih dahulu.

“Kami memproyeksikan nilai tukar rupiah berkisar antara Rp15.900 - 16.300 per dolar AS pada akhir tahun 2024,” tuturnya dalam keterangan resmi, Kamis (13/6/2024).

Adapun, Bank Indonesia sebelumnya menaikkan BI Rate pada April 2024 sebesar 25 basis poin menjadi 6,25% guna menahan laju pelemahan rupiah, setelah menahan di level 6% sejak Oktober 2023.

Sejalan dengan rencana The Fed yang baru akan menurunkan suku bunga pada akhir tahun, hal tersebut sesuai dengan skenario pertama milik BI.

“Dalam skenario kami, skenario baseline dengan probabilitas di atas 75%, Fed Fund Rate akan turun sekali sebesar 25 bps di kuartal IV/2024, yang kemungkinan di Desember 2024,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo beberapa waktu lalu.

Dengan demikian, Bank Indonesia diperkirakan akan mempertahankan BI Rate di level 6,25% hingga akhir 2024, sementara imbal hasil obligasi rupiah bertenor 10 tahun berkisar antara 6,90% - 7,20%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper