Bisnis.com, JAKARTA — Program Biodiesel B50 yang diusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berpotensi mengerek harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di pasar internasional. Hal ini tentunya menguntungkan Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan naiknya harga CPO internasional itu disebabkan pasokan minyak sawit mentah yang relatif terbatas di dalam negeri.
Saat harga reli di pasar internasional, pelaku usaha bakal condong untuk menjual produk mereka ke luar negeri ketimbang memenuhi mandatori biodiesel domestik.
“Ketika katakan lah harga sawitnya lebih tinggi maka itu subsidi akan besar sekali,” kata Tauhid saat dihubungi, Kamis (25/4/2024).
Menurut Tauhid, program B35 dengan kuota saat ini relatif lebih stabil untuk dijalankan. Alasannya, harga CPO tidak naik signifikan saat program mandatori biodiesel bergulir.
Di sisi lain, dia menambahkan, pemerintah ke depan mesti memastikan pasokan CPO domestik yang cukup untuk menjaga harga tidak melambung saat program B50 diterapkan.
Baca Juga
“Kalau itu terganggu untuk meningkatkan B35 ke B50, pasokannya harus banyak,” kata dia.
Sebelumnya, presiden & wakil presiden terpilih dalam Pemilu 2024, Prabowo-Gibran menargetkan esekusi program Biodiesel B50 & Bioetanol E10 pada 2029 mendatang.
Persoalan ihwal pasokan bahan baku dari hulu, penyediaan lahan serta kesinambungan pasar bahan bakar itu tengah jadi pembahasan di dalam tim kampanye.
Wakil Ketua Koordinator Strategis Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno mengatakan pihaknya bakal mengkaji ulang soal komitmen pasokan dari produsen minyak sawit dan tebu saat ini. Harapannya, komitmen pasokan dapat ditambah seiring dengan upaya akselerasi persentase bauran bahan bakar tersebut.
“Meskipun di seluruh dunia pemanfaatan biodiesel itu maksimal B35, bukan berarti itu tidak bisa dilakukan untuk peningkatan B35 menjadi B40 dan B50,” kata Eddy saat dihubungi, Kamis (25/4/2024).
Eddy mengatakan pihaknya juga ikut menyoroti ihwal ketersediaan lahan untuk dapat meningkatkan produksi biofuel nantinya. Misalakan, untuk menambah produksi tebu dan sorgum sebagai bahan baku biofuel.
Di sisi lain, pemerintah bakal turut mendorong PT Pertamina (Persero) untuk berinvestasi pada pembanguanan fasilitas pengolahan biofuel yang saat ini relatif terbatas dari segi kapasitas produksi.
“Sekarang ini fasilitas pengolahan untuk biofuel masih rendah, Pertamina masih membangun untuk fasilitas pengolahan tersebut,” tuturnya.
Sementara itu, pada Jumat (26/4/2024), dalam sepekan harga CPO di Bursa Malaysia turun 125 ringgit menjadi 3.931 ringgit per ton untuk kontrak Mei 2024, kontrak Juni 2024 turun ke 3.922 ringgit, dan Juli 2024 turun ke 3.896 ringgit.
Traer CPO David Ng menyampaian pelaku pasar mengantisipasi kenaikan produksi CPO pada pekan depan yang sesuai dengan periode musiman. Hal ini kemudian menekan harga CPO.
"Pekan depan harga CPO diprediksi bergerak di rentang 3.800-4.000 ringgit per ton," ujarnya, mengutip Bernama.