Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan POJK No. 29/2023 tentang pembelian kembali saham (buyback) yang dikeluarkan perusahaan terbuka. Aturan ini menggantikan POJK No. 30/POJK.04/2017.
Dalam beleid baru tersebut, OJK berupaya mengatasi kendala implementasi ketentuan mengenai buyback saham dan pengalihan hasil pembelian kembali, yang sebelumnya telah diatur dalam POJK No. 30/POJK.04/2017.
Penerbitan POJK No. 29/2023 juga dilakukan untuk memperkuat aspek keterbukaan informasi dan pengawasan atas pelaksanaan pembelian kembali saham, serta pemenuhan kewajiban pengalihan saham hasil pembelian kembali oleh perusahaan terbuka.
Selain itu, juga menyesuaikan ketentuan dengan praktik terbaik yang diterapkan di negara lain dan mengakomodir mekanisme pengalihan saham hasil buyback, yang dalam prakteknya sudah dapat dilakukan tetapi mekanismenya belum diatur secara rinci dalam regulasi.
Melalui aturan baru tersebut, OJK menyatakan buyback saham yang dilakukan oleh perusahaan terbuka wajib diselesaikan paling lama dalam waktu 12 bulan, setelah tanggal Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang menyetujui pembelian kembali saham.
“Perusahaan Terbuka wajib melakukan pengalihan atas saham yang telah dibeli kembali [refloat] dalam jangka waktu tiga tahun setelah selesainya pembelian kembali saham,” tulis penjelasan OJK melalui keterangannya, dikutip pada Sabtu (20/1/2024).
Baca Juga
Sementara itu, jika emiten belum dapat mengalihkan seluruh saham yang dibeli kembali, perpanjangan masa pengalihan saham akan dilakukan berdasarkan dua kondisi.
Pertama, emiten telah mengalihkan saham hasil pembelian kembali paling sedikit 10% dari saham hasil pembelian kembali. Kedua adalah harga saham emiten selama tiga tahun setelah selesainya buyback tidak pernah melebihi harga rata-rata pembelian kembali saham.
Dengan demikian, jika emiten memenuhi kondisi tersebut, pemenuhan kewajiban pengalihan saham diperpanjang selama dua tahun. Namun, jika perusahaan tidak memenuhi dua kondisi itu, kewajiban pengalihan saham hanya diperpanjang selama satu tahun.
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku kesulitan mendepak emiten yang berpotensi dihapus pencatatan sahamnya atau delisting, karena terganjal aturan. Oleh karena itu, BEI dan OJK melakukan revisi atas aturan buyback saham bagi emiten berpotensi delisting.
Direktur Utama BEI Iman Rachman sempat mengatakan pihaknya tengah mengkaji terkait kemungkinan perubahan aturan di POJK Nomor 30/POJK.04/2017 tentang buyback saham.
Dia menyatakan bahwa langkah itu ditempuh karena berdasarkan penelusuran BEI, banyak perusahaan yang sudah berpotensi delisting tetapi tidak memiliki pengendali perseroan secara jelas. Iman bahkan menyebutkan operasional seperti kantor juga tidak ada. Sejak 2020 hingga 2023, Iman mengaku emiten yang telah delisting sebanyak 9 emiten.
Berdasarkan keterbukaan informasi bursa, terdapat setidaknya 34 emiten yang terancam delisting dengan suspensi lebih dari 24 bulan.
Berikut cara pengalihan saham hasil buyback yang bisa dilakukan oleh emiten menurut POJK No. 29/2023:
· Dijual baik di Bursa Efek maupun di luar Bursa Efek;
· Ditarik kembali dengan cara pengurangan modal;
· Pelaksanaan program kepemilikan saham oleh karyawan dan/atau direksi dan dewan komisaris;
· Pelaksanaan pembayaran/penyelesaian atas transaksi tertentu;
· Pelaksanaan konversi Efek bersifat ekuitas yang diterbitkan oleh Perusahaan Terbuka;
· Distribusi saham hasil pembelian kembali kepada pemegang saham secara proporsional;
· Cara lain dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.