Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah diproyeksi mencatatkan kenaikan mingguan pertamanya dalam hampir dua bulan setelah sinyal dovish dari Federal Reserve memicu sentimen bullish di seluruh pasar.
Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (15/12/2023), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Januari 2024 menguat 0,31% atau 0,22 poin menjadi US$71,80 per barel pada pukul 14.19 WIB.
Sementara itu, harga minyak Brent kontrak Februari 2024 juga menguat 0,33% atau 0,25 poin ke US$76,86 per barel.
Harga minyak mentah WTI telah berada di bawah US$72 per barel. Kemudian harga minyak mentah Brent diperdagangkan mendekati US$77 per barel setelah naik lebih dari 4% dalam dua sesi sebelumnya.
Surat utang pemerintah telah naik dan dolar melemah sejak Kepala Dewan Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa pejabat bank sentral AS kini berfokus pada kapan pemangkasan suku bunga dilakukan.
Dolar AS yang melemah membuat komoditas yang dihargai dalam mata uang tersebut menjadi lebih menarik bagi investor.
Baca Juga
Pergerakan lebih tinggi terjadi setelah penurunan selama tujuh minggu berturut-turut hingga membawa kontak berjangka ke level terendah sejak Juni 2023, sebelum pertemuan The Fed.
Lonjakan ekspor dari negara-negara non-OPEC termasuk Amerika Serikat (AS), dan kekhawatiran tentang prospek permintaan yang melemah menekan harga, sementara terdapat keraguan apakah semua anggota OPEC akan patuh terhadap pemotongan sukarela yang lebih dalam.
Kepala penelitian komoditas di Kotak Securities Ltd. di Mumbai, Ravindra Rao, menuturkan bahwa meskipun terjadi pemulihan baru-baru ini, harga minyak mentah masih relatif dekat dengan posisi terendah baru-baru ini.
“Bahkan dengan pengurangan produksi baru-baru ini oleh OPEC+, proyeksi peningkatan pasokan non-OPEC yang dipimpin oleh AS dapat bertindak sebagai faktor pembatas kenaikan harga lebih lanjut,” jelasnya.
Badan Energi Internasional (IEA) pada hari Kamis (14/12) juga menambahkan pandangan yang pesimis, dengan memangkas pertumbuhan permintaan minyak global kuartal IV/2023 hampir sebesar 400.000 barel per hari karena aktivitas ekonomi melemah.
Selain itu, IEA juga tetap memperkirakan pertumbuhan akan berkurang hampir setengahnya pada tahun depan, menjadi sekitar 1,1 juta barel per hari.
Timespread juga menunjukan tanda-tanda pelemahan dengan Brent dan WTI yang berada dalam kondisi bearish contango hingga pertengahan tahun depan.