Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah terus merangkak turun usai Arab Saudi memimpin kebijakan pemotongan produksi sukarela di OPEC+, sebanyak 2,2 juta barel per hari (bph) untuk awal 2024.
Melansir dari Bloomberg, Kamis (7/12/2023), pukul 06.43 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Januari 2024 US$69.49 per barel. Membandingkan dari harga pada Selasa (5/12/2023), minyak mentah WTI telah turun setidaknya US$4,3 per barel dari US$73.79 per barel.
Sementara harga minyak Brent kontrak Februari 2024 juga tercatat mengalami penurunan pada periode yang sama. Per pagi hari ini berada di posisi US$74,30 per barel, turun dari hari Selasa, dari level US$78,77 per barel.
Harga minyak yang menjadi patokan harga bahan baku jatuh ke level terendah sejak Agustus 2021, didorong oleh penurunan harga minyak dan gas alam. WTI turun 4,1% ke level terendah enam bulan pada hari Rabu, sementara Brent, patokan internasional, tergelincir 3,9% di tengah kekhawatiran kelebihan pasokan.
Di sisi lain, anjloknya harga minyak diikuti dengan melmahnya permintaan akibat kondisi ekonomi global.
Mengacu pemberitaan Bisnis sebelumnya, seperti halnya di China yang sibuk membeli yuan untuk mencegah melemahnya mata uang, hingga indeks dolar AS yang naik ke level tertinggi selama dua minggu terhadap sejumlah mata uang.
Baca Juga
Sementara itu, negara-negara yang berpartisipasi dalam konferensi iklim COP28 sedang mempertimbangkan untuk menyerukan penghentian penggunaan bahan bakar fosil secara formal sebagai bagian dari kesepakatan akhir KTT PBB untuk mengatasi pemanasan global.
Di sisi lain, melambatnya pasar tenaga kerja dan meredanya inflasi telah meningkatkan optimisme bahwa Federal Reserve mungkin akan menaikkan suku bunga pada siklus ini, dengan pasar keuangan mengantisipasi penurunan suku bunga pada pertengahan tahun 2024.
Dolar yang lebih kuat dapat mengurangi permintaan minyak dengan membuat bahan bakar lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
Sementara itu, suku bunga yang lebih rendah dapat meningkatkan permintaan minyak dengan membuat konsumen lebih murah dalam meminjam uang untuk membeli lebih banyak barang dan jasa.
Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan bahwa pemangkasan yang baru-baru ini diputuskan akan "mengatasi" penumpukan persediaan yang diperkirakan akan terjadi pada kuartal I/2024, dan dapat diperpanjang lebih jauh hingga 2024 jika diperlukan.
Harga minyak mentah telah mengalami tekanan turun sejak pertemuan pekan lalu oleh OPEC+, karena para pedagang masih belum yakin tentang sejauh mana pemangkasan sukarela akan dilaksanakan.
Para analis telah menyoroti kapasitas cadangan kelompok tersebut yang membengkak, dan mengatakan bahwa para trader perlu melihat bukti dari dampak pemangkasan tersebut. “[Ada] keraguan akan kepatuhan dalam konteks dinamika internal OPEC yang lebih rapuh," jelas kepala ekonomi dan strategi Asia di Mizuho Bank Ltd., Vishnu Varathan, dikutip dari Bloomberg, Selasa (5/12/2023).
Melihat dari sisi dalam negeri, posisi harga minyak, baik WTI maupun Brent, kompak berada di bawah asumsi pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023, yang senilai US$90 per barel.
Sejak pertengahan tahun ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mewanti-wanti adanya penurunan permintaan minyak mentah Indonesia.
Realisasi semester I/2023, harga minyak rata-rata di posisi US$75,2 per barel. Sementara outlook pemerintah sampai dengan akhir tahun ini, harga minyak akan berada di posisi US$75 hingga US$80 dolar per barel.
Artinya, harga minyak terpantau semakin lebih rendah dari yang pemerintah proyeksikan.
Meski rencana pemangkasan dari OPEC+ terus belanjut pada awal 2024, pemerintah mematok harga minyak mentah Indonesia di level US$82 per barel.
“Baik karena pelemahan ekonomi global maupun tren shifting kepada climate change dan renewable, ini yang harus kita waspadia,” ujarnya.
Lifting minyak pun diproyeksikan akan lebih rendah, di posisi 610.000 - 640.000 barel per hari, dari target awal APBN sebesar 660.000 barel per hari.