Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah menguat tipis ke Rp15.695 per dolar AS di tengah penantian investor terhadap data inflasi utama AS yang akan dirilis minggu ini yang dapat memberikan petunjuk mengenai sikap suku bunga Federal Reserve.
Pada perdaganan Selasa (14/11/2023) pukul 09.05 WIB, rupiah dibuka naik 6 poin atau 0,04% menjadi Rp15.695 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS juga menguat 0,05% ke level 105,69.
Bersama dengan rupiah, sejumlah mata uang Asia juga menguat. Yuan China naik 0,01%, ringgit Malaysia naik 0,03%, baht Thailand naik 0,22%.
Sementara mata uang asia yang melemah antara lain, won Kore Selatan terpantau turun 0,19%, dolar Taiwan juga turun 0,01% dan dolar Hongkong juga turun 0,02 persen.
Monex Investindo Futures dalam laporannya menyebutkan meningkatnya probabilitas kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS). Akan memberikan sentimen negatif terhadap mata uang Asia.
Data indeks harga konsumen (CPI) AS akan dirilis pada hari Selasa (14/11). Menurut jajak pendapat Reuters, CPI inti AS diperkirakan meningkat 0,3% MoM di bulan Oktober, dengan peningkatan YoY sebesar 4,1%. Pedagang juga akan mengamati data indeks harga produsen AS yang dirilis pada hari Rabu (15/11).
Baca Juga
Pasar memperkirakan 86% kemungkinan bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunganya tidak berubah pada bulan Desember, menurut alat CME FedWatch.
Sementara pada Kamis pekan lalu, Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan The Fed masih belum “yakin” apa yang telah dilakukan bisa menurunkan inflasi, sekaligus menegaskan akan kembali menaikkan suku bunga jika diperlukan.
Namun, Moody's yang menurunkan outlook utang Amerika Serikat bisa menjadi sentimen negatif bagi dolar AS. Outlook kredit AS yang sebelumnya Aaa stabil diturunkan menjadi Aaa negatif. Moody's menyebutkan perubahan pandangan tersebut akibat membesarnya risiko masalah fiskal yang akan dihadapi negeri Paman Sam.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, Bank Sentral AS Federal Reserve atau The Fed memberikan isyarat untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut, berkaca pada kondisi inflasi yang tinggi.
"Prospek suku bunga AS yang tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama menjadi pertanda buruk bagi mata uang Asia, karena kesenjangan antara imbal hasil yang berisiko dan yang berisiko rendah semakin menyempit," ujar Ibrahim dalam riset, dikutip Selasa (14/11/2023).
Dari dalam negeri, Ibrahim mengatakan pemerintah Indonesia perlu menjaga momentum pulihnya permintaan domestik pascapandemi, di tengah kondisi ketidakpastian global akibat konflik di Timur Tengah.
Meski demikian, menurutnya pertumbuhan ekonomi RI tetap kuat pada kuartal III/2023 ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,06% year-on-year (yoy), seiring dengan kenaikan mobilitas yang terus berlanjut, daya beli masyarakat yang stabil, serta keyakinan konsumen yang masih tinggi.