Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah tertekan dolar AS akibat proyeksi Federal Reserve atau The Fed yang lebih hawkish. Sentimen ini menguatkan greenback.
Pada perdaganan Senin (13/11/2023), rupiah ditutup turun 6 poin atau 0,04% menjadi Rp15.701 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terkoreksi 0,05% ke level 105,806, per pukul 15.45 WIB setelah rupiah ditutup.
Bersama dengan rupiah, sejumlah mata uang Asia juga tertekan. Yuan China turun 0,09%, won Korea Selatan anjlok 062%, ringgit Malaysia turun 0,33%, baht Thailand turun 0,09%.
Monex Investindo Futures dalam laporannya menyebutkan dolar AS naik karena meningkatnya probabilitas kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS). Selain memberikan sentimen negatif terhadap mata uang Asia, hal itu turut menjadi penekan harga emas.
Berdasarkan data FedWatch, probabilitas kenaikan suku bunga pada Desember kini mencapai 17%, naik dari sebelumnya 7% saja. Kenaikan tersebut terjadi setelah gubernur bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell masih masih bersikap hawkish.
Pada Kamis pekan lalu, Powell mengatakan The Fed masih belum “yakin” apa yang telah dilakukan bisa menurunkan inflasi, sekaligus menegaskan akan kembali menaikkan suku bunga jika diperlukan.
Baca Juga
Namun, Moody's yang menurunkan outlook utang Amerika Serikat bisa menjadi sentimen negatif bagi dolar AS. Outlook kredit AS yang sebelumnya Aaa stabil diturunkan menjadi Aaa negatif. Moody's menyebutkan perubahan pandangan tersebut akibat membesarnya risiko masalah fiskal yang akan dihadapi negeri Paman Sam.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, Bank Sentral AS Federal Reserve atau The Fed memberikan isyarat untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut, berkaca pada kondisi inflasi yang tinggi.
"Prospek suku bunga AS yang tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama menjadi pertanda buruk bagi mata uang Asia, karena kesenjangan antara imbal hasil yang berisiko dan yang berisiko rendah semakin menyempit," ujar Ibrahim dalam riset, Senin (11/11/2023).
Dari dalam negeri, Ibrahim mengatakan pemerintah Indonesia perlu menjaga momentum pulihnya permintaan domestik pascapandemi, di tengah kondisi ketidakpastian global akibat konflik di Timur Tengah.
Meski demikian, menurutnya pertumbuhan ekonomi RI tetap kuat pada kuartal III/2023 ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,06% year-on-year (yoy), seiring dengan kenaikan mobilitas yang terus berlanjut, daya beli masyarakat yang stabil, serta keyakinan konsumen yang masih tinggi.