Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Hari Ini Belum Tandakan Pelemahan

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih akan mengalami fase bearish akibat seruan The Fed yang lebih hawkish terkait suku bunga acuan.
Maria Elena, Rizqi Rajendra
Maria Elena & Rizqi Rajendra - Bisnis.com
Selasa, 14 November 2023 | 11:01
Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell berbicara dalam konferensi pers setelah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) di Washington, DC, AS, Rabu (26/7/2023). / Reuters
Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell berbicara dalam konferensi pers setelah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) di Washington, DC, AS, Rabu (26/7/2023). / Reuters
Live Timeline

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih akan mengalami fase bearish akibat seruan The Fed yang lebih hawkish terkait suku bunga acuan.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan inflasi global pada 2023 akan mencapai tingkat 5,1%, sementara pada 2024 masih tinggi dengan tingkat di atas 3%. 

“Tahun depan inflasi akan turun, tapi masih lebih tinggi dari 3%, di 3,8%, mungkin inflasi dunia baru akan menurun pada paruh kedua 2024,” katanya dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (13/11/2023).

Perry mengatakan tingginya suku bunga negara maju, termasuk The Fed, akan berlangsung lebih lama. Selain itu, suku bunga US Treasury juga meningkat tinggi karena utang pemerintah AS yang membengkak.

Pada kuartal II/2023 yield US Treasury masih tercatat sebesar 3,84%, lalu nak menjadi 4,57% pada kuartal III/2023. Pada kuartal IV/2023, yield US Treasury ini diperkirakan tetap tinggi pada level 5,16%.

Akibatnya, imbuh Perry, terjadi pelarian modal dalam jumlah yang besar ke AS dan memicu indeks dolar AS meningkat dari 102,6 pada kuartal II/2023, meningkat menjadi 103,3 paada kuartal III/2023, dan pada kuartal IV/2023 diperkirakan tetap tinggi di 107,0.

Pada perdaganan Senin (13/11/2023), rupiah ditutup turun 6 poin atau 0,04% menjadi Rp15.701 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terkoreksi 0,05% ke level 105,806, per pukul 15.45 WIB setelah rupiah ditutup.

Bersama dengan rupiah, sejumlah mata uang Asia juga tertekan. Yuan China turun 0,09%, won Korea Selatan anjlok 062%, ringgit Malaysia turun 0,33%, baht Thailand turun 0,09%.

Monex Investindo Futures dalam laporannya menyebutkan dolar AS naik karena meningkatnya probabilitas kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS). Selain memberikan sentimen negatif terhadap mata uang Asia, hal itu turut menjadi penekan harga emas.

Berdasarkan data FedWatch, probabilitas kenaikan suku bunga pada Desember kini mencapai 17%, naik dari sebelumnya 7% saja. Kenaikan tersebut terjadi setelah gubernur bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell masih masih bersikap hawkish.

Pada Kamis pekan lalu, Powell mengatakan The Fed masih belum “yakin” apa yang telah dilakukan bisa menurunkan inflasi, sekaligus menegaskan akan kembali menaikkan suku bunga jika diperlukan.

Namun, Moody's yang menurunkan outlook utang Amerika Serikat bisa menjadi sentimen negatif bagi dolar AS. Outlook kredit AS yang sebelumnya Aaa stabil diturunkan menjadi Aaa negatif. Moody's menyebutkan perubahan pandangan tersebut akibat membesarnya risiko masalah fiskal yang akan dihadapi negeri Paman Sam.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, Bank Sentral AS Federal Reserve atau The Fed memberikan isyarat untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut, berkaca pada kondisi inflasi yang tinggi.

"Prospek suku bunga AS yang tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama menjadi pertanda buruk bagi mata uang Asia, karena kesenjangan antara imbal hasil yang berisiko dan yang berisiko rendah semakin menyempit," ujar Ibrahim dalam riset, Senin (11/11/2023).

Dari dalam negeri, Ibrahim mengatakan pemerintah Indonesia perlu menjaga momentum pulihnya permintaan domestik pascapandemi, di tengah kondisi ketidakpastian global akibat konflik di Timur Tengah.

Meski demikian, menurutnya pertumbuhan ekonomi RI tetap kuat pada kuartal III/2023 ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,06% year-on-year (yoy), seiring dengan kenaikan mobilitas yang terus berlanjut, daya beli masyarakat yang stabil, serta keyakinan konsumen yang masih tinggi.

11:01 WIB
Dolar AS Sedang Tertekan

Ketua Fed Jerome Powell dan para pengambil kebijakan ingin pasar waspada dengan harapan suku bunga tetap tinggi dan menjaga kebijakan moneter tetap ketat tanpa perlu menaikkan suku bunga pinjaman The Fed lebih lanjut, kata Joseph Trevisani, analis senior di FXStreet.com.

“Itulah mengapa retorika mereka jauh lebih kuat dibandingkan tindakan mereka saat ini,” kata Trevisani. “Suku bunga akan turun, harga obligasi akan naik” jika pasar kredit benar-benar berpikir bahwa The Fed sudah selesai menaikkan suku bunga, katanya.

"Hal ini akan membuat dolar melemah karena menurut saya The Fed sudah cukup banyak menaikkan suku bunganya."

Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam mata uang lainnya, turun 0,09% pada 105,64.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper