Bisnis.com, JAKARTA – Pemangkasan produksi minyak oleh Arab Saudi dan Rusia menjadi angin segar bagi emiten-emiten minyak mentah akibat kenaikan harga minyak yang signifikan. Berkah bagi emiten salah satunya tercermin dari pergerakan harga saham yang kompak menghijau.
Berdasarkan data RTI Business, pada penutupan perdagangan Rabu (6/9/2023) saham minyak mentah parkir di zona hijau. Sebut saja saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk. (APEX) yang melambung 22,58 persen ke posisi Rp190 per saham. Padahal sebelum kabar kenaikan harga minyak, saham APEX ditutup melemah dua hari beruntun.
Kemudian saham PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) juga ikut menguat 9,96 persen dan parkir di posisi Rp1.380 per saham. Secara tahun berjalan, saham milik konglomerat Arifin Panigoro ini tumbuh 35,96 persen.
Saham PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG) juga ikut menguat 3,73 persen ke posisi Rp278 per saham disusul saham PT Elnusa Tbk. (ELSA) yang naik 1,96 persen ke level Rp416 per saham. Emiten milik suami Puan Maharani, Happy Hapsoro PT Rukun Raharja Tbk. (RAJA) juga tidak ketinggalan dalam euforia. RAJA naik 2,04 persen ke posisi Rp1.000 per saham.
Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Roger MM mengatakan pemangkasan produksi minyak oleh Arab Saudi dan Rusia menambah sentimen positif untuk harga minyak selain konflik berkepanjangan Rusia dan Ukraina.
“Prospek masih akan berpotensi naik,” katanya kepada Bisnis, Rabu (6/9/2023).
Baca Juga
Seiring dengan pemangkasan dan prospek harga minyak yang cerah, Roger mengatakan beberapa saham menjadi menarik seperti MEDC dan ENRG. Selain emiten yang fokus pada pertambangan minyak mentah, emiten distributor minyak seperti AKRA juga menarik untuk dilirik.
Terpisah, Pengamat pasar modal sekaligus Founder Traderindo.com Wahyu Triwibowo Laksono mengatakan kenaikan harga minyak memang menguntungkan sektor energi jangka pendek. Namun dalam jangka menengah, ada ancaman krisis ekonomi sebagai akibat dari naiknya harga minyak dan respon The Fed terhadap suku bunga.
Secara lebih rinci, Wahyu menerangkan bahwa dalam jangka menengah, suku bunga The Fed serta dolar akan mengekor kenaikan harga minyak dunia. Hal tersebut akan menjadi beban bagi ekonomi global saat ekonomi AS masih rentan.
Selain kondisi ekonomi AS yang masih rentan, ekonomi China juga masih dibayangi ancaman akibat pertumbuhan yang lambat.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan juga menyebutkan rig count AS mengalami penurunan yang menyebabkan para analis memperkirakan produksi minyak AS masa depan relatif turun.
Felix menjelaskan harga minyak yang kuat hingga akhir tahun ini tergantung bagaimana respon OPEC+ untuk menjaga kuota produksi yang mereka punya. Apakah akan dilanjutkan pemotongan produksi atau sebaliknya.
Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Rabu malam pukul 19.00 WIB, kedua jenis minyak mentah kompak turun. WTI Crude terpantau berada di level US$86,21 per barel atau turun 0,55 persen, sementara itu, Brent Crude juga melemah 0,66 persen ke posisi US$89,45 per barel.