Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak naik US$1 per barel pada akhir perdagangan Selasa (5/9/2023), berada di level tertinggi sejak November 2022.
Harga minyak memanas setelah Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pengurangan pasokan sukarela hingga akhir tahun, mengkhawatirkan investor tentang potensi kekurangan selama puncak permintaan musim dingin, mengutip Antara.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November bertambah US$1,04 atau 1,2 persen, menjadi menetap pada US$90,04 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, ditutup di atas level psikologis US$90 untuk pertama kalinya sejak 16 November 2022.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS untuk pengiriman Oktober terangkat US$1,14 atau 1,3 persen, menjadi ditutup di US$86,69 per barel di New York Mercantile Exchange, juga merupakan harga tertinggi dalam 10 bulan.
Investor telah memperkirakan Arab Saudi dan Rusia akan memperpanjang pemotongan sukarela hingga Oktober, namun perpanjangan tiga bulan tidak terduga.
“Ini merupakan indikasi jelas bahwa harga minyak mengalahkan volume (untuk Arab Saudi). Pergerakan bullish ini secara signifikan memperketat pasar minyak global dan hanya dapat menghasilkan satu hal: harga minyak yang lebih tinggi di seluruh dunia,” kata Jorge Leon, Wakil Presiden Senior di Rystad Energy.
Baca Juga
Baik Arab Saudi maupun Rusia mengatakan mereka akan meninjau pengurangan pasokan setiap bulannya, dan dapat memodifikasinya tergantung pada kondisi pasar.
“Dengan perpanjangan pengurangan produksi, kami mengantisipasi defisit pasar lebih dari 1,5 juta barel per hari pada kuartal keempat 2023,” tulis analis UBS Giovanni Staunovo dalam catatannya kepada klien. UBS sekarang memperkirakan minyak mentah Brent akan naik menjadi US$95 per barel pada akhir tahun.
Mencerminkan kekhawatiran mengenai pasokan pasar jangka pendek, kontrak Brent dan WTI bulan depan juga diperdagangkan pada harga tertinggi sejak November hingga harga di kemudian hari. Struktur ini, yang disebut backwardation, menunjukkan pengetatan pasokan untuk pengiriman yang cepat.
Juga mendukung harga minyak pada Selasa (5/9), Goldman Sachs mengatakan pihaknya sekarang melihat kemungkinan resesi AS yang dimulai dalam 12 bulan ke depan sebesar 15 persen, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 20 persen.
Seiring dengan pengurangan pasokan oleh Arab Saudi, yang dimulai pada Juli, prospek perekonomian AS untuk menghindari resesi yang parah telah membantu meningkatkan permintaan dan harga minyak dalam beberapa bulan terakhir.