Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Melemah ke Rp15.219, di Tengah Kekhawatiran Suku Bunga The Fed

Nilai tukar rupiah dibuka melanjutkan pelemahan ke Rp15.219 per dolar AS. Pelemahan rupiah terjadi di tengah kemungkinan peningkatan suku bunga The Fed.
Pegawai merapikan uang Rupiah di kantor cabang BNI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai merapikan uang Rupiah di kantor cabang BNI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah dibuka melanjutkan pelemahan ke Rp15.219 per dolar AS. Pelemahan rupiah terjadi di tengah kemungkinan peningkatan suku bunga The Fed yang berlanjut.

Mengutip data Bloomberg, Senin (14/8/2023) pukul 09.00 WIB, nilai tukar rupiah melemah 0,22 persen atau 34 poin ke Rp15.219 per dolar AS. Pelemahan rupiah terjadi ketika indeks dolar menguat 0,11 persen ke 102,95.

Bersama dengan rupiah, mayoritas mata uang Asia terpantau bergerak variatif terhadap greenback. Yen Jepang menguat 0,01 persen, dolar Singapura melemah 0,16 persen, dolar Taiwan juga melemah 0,28 persen, dan won Korea Selatan melemah 0,39 persen.

Yuan China terpantau melemah 0,24 persen terhadap dolar AS, rupee India melemah 0,55 persen, ringgit Malaysia melemah 0,39 persen, dan baht Thailand melemah 0,19 persen.

Macro Strategist Samuel Sekuritas Lionel Priyadi dalam risetnya memperkirakan rupiah berpotensi terdepresiasi menuju rentang Rp15.200-Rp15.300 per dolar hari ini. 

Menurutnya, kenaikan inflasi PPI Amerika Serikat yang sedikit lebih tinggi dari ekspektasi pasar membuat sebagian investor khawatir terhadap kemungkinan kenaikan kedua suku bunga Fed di kuartal IV/2023.

Sebagaimana diketahui, inflasi PPI mengalami rebound sedikit lebih tinggi dari ekspektasi di bulan Juli menjadi 0,8 persen yoy. inflasi bulanan PPI naik lebih tinggi dari konsensus menjadi 0,3 persen mom.

Hal ini memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar bahwa momentum disinflasi di Amerika Serikat lebih lemah daripada yang ditunjukkan oleh rilis inflasi CPI hari Kamis (10/8/2023). 

Sementara dari dalam negeri, sentimen datang dari realisasi surplus anggaran 7 bulan 2023 yang mencapai Rp153,5 triliun atau 0,72 persen terhadap PDB. Surplus ini disebabkan oleh belanja negara yang lebih lambat dari pertumbuhan penerimaan negara. 

"Kami melihat hal ini sebagai hal positif, karena hal ini menunjukkan bahwa pemerintah memiliki cukup ruang fiskal untuk mempertahankan stimulus fiskal hingga kuartal IV/2023," kata Lionel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper