Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

The Fed Naikkan Suku Bunga 25 Bps, Simak Prospek Rupiah

Selain The Fed, pasar kemungkinan akan mempertimbangkan faktor lain seperti pelambatan ekonomi China dan dunia yang bisa menekan nilai tukar rupiah. 
Karyawan menghitung uang pecahan Rp.100.000 di salah satu Bank yang ada di Jakarta, Senin (4/6). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan menghitung uang pecahan Rp.100.000 di salah satu Bank yang ada di Jakarta, Senin (4/6). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terimbas keputusan Federal Reserve atau The Fed yang menaikkan suku bunga 25 basis poin (bps) dari hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 25-26 Juli 2023.

Sebagaimana diketahui, The Fed menaikkan target suku bunga acuan sebesar 25 bps atau 0,25 persen ke kisaran 5,25 persen—5,5 persen. Kenaikan suku bunga itu merupakan yang ke-11 kalinya dilakukan The Fed dalam 12 pertemuan terakhirnya.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup menguat 0,15 persen ke Rp15.000 per dolar AS pada akhir perdagangan Kamis, (27/7/2023). Penguatan rupiah seiring dengan mayoritas mata uang Asia lainnya, sedangkan indeks dolar AS melemah 0,21 persen ke 100,67.

Analis Sinarmas Futures Ariston Tjendra mengatakan, hasil rapat kebijakan moneter The Fed sesuai ekspektasi pasar. Bank Sentral AS akan tetap mempertahankan suku bunga AS di level tinggi untuk menekan inflasi ke bawah target 2 persen.

"Bank Sentral AS mengakui adanya penurunan inflasi dan ekonomi AS masih cukup bagus. Ini mungkin bisa memicu pelaku pasar keluar dari aset dolar AS dan masuk ke aset berisiko sehingga bisa menekan dolar AS," ujar Ariston kepada Bisnis, Kamis (27/7/2023).

Adapun, The Fed menyatakan komitmen untuk mempertimbangkan pengetatan kebijakan moneter secara kumulatif untuk mengembalikan inflasi menjadi 2 persen.

Mengacu pada pernyataan The Fed tersebut, para pejabat membuka opsi untuk menaikkan lagi suku bunga acuan pada pertemuannya berikutnya pada September atau menahan kenaikkan, tergantung pada data yang masuk.

FOMC selanjutnya akan menggelar pertemuan 19 September dan 20 September dan dilanjutkan pada 31 Oktober dan 1 November.

Ariston mengatakan, pergerakan dolar AS dan rupiah tergantung dari rilis data-data ekonomi terbaru AS. Data PDB AS kuartal II/2023 akan diumumkan 27 Juli malam dan indeks harga belanja personal (Price Consumption Expenditure/PCE) yang akan dirilis 28 Juli 2023.

Menurutnya, selain The Fed, pasar kemungkinan akan mempertimbangkan faktor lain seperti pelambatan ekonomi China dan dunia yang bisa menekan nilai tukar rupiah. 

"Serta perkembangan ekonomi dalam negeri yang bisa mendukung penguatan rupiah kalau tetap dalam jalur pertumbuhan saat ini. Potensi pergerakan rupiah pekan depan di kisaran Rp14.950-Rp15.050," pungkas Ariston. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper