Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dibuka menguat ke level Rp14.988 pada perdagangan hari ini, Selasa (18/7/2023). Tangguhnya nilai rupiah seiring penguatan mata uang Asia lainnya, sedangkan dolar AS melemah tipis.
Berdasarkan data Bloomberg dikutip Selasa, (18/7/2023) pukul 09.10 WIB, rupiah dibuka menguat 0,17 persen ke level Rp14.988 per dolar AS, setelah ditutup melemah di level Rp15.013 pada perdagangan kemarin.
Sementara itu, indeks dolar AS terpantau melemah tipis 0,02 persen ke posisi 99,82 pada pagi ini.
Adapun, beberapa mata uang Asia yang menguat terhadap dolar AS yaitu yuan China menguat 0,06 persen, won Korea menguat 0,35 persen, dolar Taiwan menguat 0,11 persen, dan yen Jepang menguat 0,06 persen.
Selanjutnya, dolar Singapura menguat 0,03 persen, ringgit Malaysia menguat 0,06 persen, baht Thailand menguat 0,54 persen, rupee India menguat 0,14 persen. Sedangkan mata uang yang melemah terhadap dolar AS yaitu dolar Hongkong melemah 0,05 persen dan peso Filipina melemah 0,03 persen.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan indeks dolar terjadi di tengah sentimen pasar yang memperkirakan The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan akhir Juli ini.
Baca Juga
Namun pasar juga mengantisipasi jeda yang diperpanjang dalam siklus kenaikan suku bunga Fed, mengingat pembacaan inflasi yang lemah dari minggu lalu.
"Dengan inflasi inti AS tetap tinggi, pasar tetap tidak yakin apakah bank sentral akan memberi sinyal jeda. Pejabat Fed juga menawarkan isyarat beragam tentang kenaikan suku bunga di masa depan,” tulis Ibrahim dalan riset, dikutip Selasa, (18/7/2023).
Sementara itu di Asia, PDB China tumbuh 6,3 persen pada kuartal kedua secara tahunan. Kenaikan ini didorong oleh basis yang lebih rendah untuk perbandingan dari periode yang terkena dampak Covid-19 tahun lalu. Pertumbuhan ini juga berada di bawah ekspektasi pertumbuhan sebesar 7,3 persen.
Data terbaru memperkuat sinyal bahwa China sedang berjuang untuk mempertahankan momentum ekonomi yang kuat yang terlihat pada kuartal pertama. Pemerintah China kemungkinan akan meluncurkan lebih banyak langkah stimulus untuk mendukung pertumbuhan dalam beberapa bulan mendatang.
Adapun, Bank Sentral Eropa secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga sekali lagi minggu depan, dengan tingkat inflasi di Jerman, ekonomi terbesar di euro, naik pada Juni menjadi 6,8 persen pada tahun ini.
Dari sentimen dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa neraca perdagangan mengalami surplus sebesar US$3,45 miliar pada Juni 2023. Nilai ekspor pada Juni 2023 mencapai US$20,61 miliar atau turun 5,08 persen dibandingkan dengan Mei 2023. Sedangkan nilai impor pada Juni 2023 mencapai US$17,15 miliar atau turun 19,4 persen dibandingkan dengan Mei 2023.
“Neraca perdagangan di Juni 2023 terjadi surplus, sesuai dengan ekspektasi para analis walaupun surplusnya tidak terlalu besar hanya senilai US$1,33 miliar. Surplus ini meningkat dari US$440 juta pada Mei 2023,” tulisnya.
Turunnya ekspor pada Juni 2023 tidak terlepas dari penurunan harga tahunan batu bara dan minyak kelapa sawit (crude palm oil). Kemudian penurunan aktivitas manufaktur China yang terlihat dari nilai ekspor China dalam dolar AS yang mengalami penurunan signifikan sebesar 12,4 persen secara tahunan dan impor yang menurun 6,8 persen secara tahunan turut berimbas pada kinerja dagang Indonesia.