Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah ditutup menguat ke level Rp14.958 pada hari ini, Jumat (14/7/2023). Pada saat yang sama indeks dolar Amerika Serikat (AS) juga menguat, setelah pada awal perdagangan melemah 0,09 persen.
Mengutip data Bloomberg pukul 16.03 WIB, rupiah ditutup menguat 0,05 persen menuju level Rp14.958 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS juga naik tipis 0,01 persen ke level 99,78.
Sementara itu, mata uang lain di kawasan Asia ditutup bervariatif. Yen Jepang tercatat turun 0,19 persen, sementara dolar Singapura menguat 0,17 persen, won Korea Selatan naik 0,65 persen, peso Filipina naik 0,20 persen, dan rupee India turun 0,06 persen.
Adapun yuan China menguat 0,18 persen, diikuti dolar Taiwan yang menguat 0,30 persen. Kemudian ringgit Malaysia menguat 1,16 persen dan baht Thailand turun 0,14 persen.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan dolar terdorong oleh data inflasi AS yang melandai. Meskipun demikian, inflasi masih tetap di atas target tahunan The Fed sebesar 2 persen.
“Hal ini akan menarik lebih banyak kenaikan suku bunga oleh The Fed dalam waktu dekat, dengan pasar memperkirakan kenaikan setidaknya 25 basis poin dalam pertemuan akhir Juli," kata Ibrahim dalam risetnya, dikutip Jumat, (14/7/2023).
Baca Juga
Para pejabat The Fed juga memberikan sinyal potensi hawkish atau kenaikan suku bunga lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang, dan memperingatkan bahwa inflasi inti masih tinggi.
Sementara itu dari dalam negeri, sentimen datang dari perlambatan ekonomi China yang berpotensi berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Keterkaitan ekonomi antara Indonesia dengan China cukup kuat.
Estimasi sensitivitas pertumbuhan ekonomi China terhadap perekonomian Indonesia sebesar 0,39 persen, yang berarti perlambatan ekonomi China sebesar 1 persen berpotensi memperlambat ekonomi Indonesia sebesar 0,39 persen. Angka ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan mitra dagang lainnya, misalnya Amerika Serikat.
Tak hanya itu, perlambatan ekonomi China juga diperkirakan akan menekan harga komoditas global, dan ini juga memengaruhi ekonomi Indonesia yang masih cukup banyak mengandalkan komoditas, terutama batu bara dan CPO.
Saat ini, Indonesia hanya bisa mengandalkan pada konsumsi domestik, belanja pemerintah dan Foreign Direct Investment (FDI) dikala kondisi global bermasalah, termasuk ekonomi China yang melambat.