Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditutup melemah pada perdagangan Rabu (5/7/2023). Rupiah melemah ketika mata uang lain di kawasan Asia bergerak variatif.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 0,15 persen atau turun 23 poin sehingga parkir di Rp15.017 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar menguat 0,13 persen atau naik 0,13 poin ke 102,79.
Di kawasan Asia Pasifik, mayoritas mata uang bergerak di zona merah terhadap dolar AS. Namun yen Jepang berhasil menguat 0,07 persen terhadap dolar, begitu pulan won Korea Selatan yang menguat 0,20 persen dan baht Thailand menguat tipis 0,06 persen.
Bersama rupiah, yuan China melemah 0,39 persen terhadap greenback. Begitu pula rupee India yang sampai pukul 15.30 WIB melemah 0,22 persen dan peso Filipina melemah 0,28 persen.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam riset mengemukakan penguatan indeks dolar terjadi di tengah berpusatnya fokus pasar ke keputusan The Fed pada pertemuan akhir Juli ini. Jajak pendapat sejauh ini memperlihatkan ekspektasi 88 persen kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin akan terjadi.
Selain itu, ketegangan perdagangan AS-China meningkat setelah importir utama China memblokir ekspor beberapa produk galium dan germanium. Komoditas itu merupakan bahan utama dalam proses pembuatan chip ke AS.
Baca Juga
"Langkah ini merupakan pembalasan atas tindakan AS untuk memblokir akses China ke teknologi pembuatan chip utama, memicu kekhawatiran atas konflik perdagangan yang lebih besar antara ekonomi terbesar di dunia," tulis Ibrahim, Rabu (5/7/2023).
Secara khusus, investor mengkhawatirkan lebih banyak gangguan pada rantai pasokan global, terutama jika China memblokir ekspor mineral tanah jarang di mana China adalah pengekspor terbesar dunia.
Langkah itu juga dilakukan pada saat ekonomi China berada di ujung tanduk, karena berjuang untuk pulih dari aturan anti Covid-19 yang ketat selama tiga tahun. Hambatan lebih lanjut terhadap ekonomi China diperkirakan akan membebani permintaan terhadap tembaga.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunga acuan pada tingkat 5,75 persen hingga akhir 2023 sejalan dengan tren inflasi yang makin melandai.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Juni 2023 melandai ke tingkat 3,52 persen secara tahunan atau kembali dalam target sasaran inflasi BI 2–4 persen.
Tingkat inflasi pada Juni 2023 yang tercatat lebih rendah dari perkiraan, sejalan dengan inflasi inti yang tetap terkendali serta kenaikan inflasi harga bergejolak yang cukup moderat. Inflasi inti pada Juni 2023 melandai ke tingkat 2,58 persen secara tahunan dari bulan sebelumnya yang tercatat 2,66 persen secara tahunan.
Dengan perkembangan inflasi inti yang tetap terjaga di bawah 3 persen dan inflasi umum yang kembali ke tingkat di bawah 4 persen, BI dinilai memiliki ruang untuk melonggarkan kebijakan moneter.
"Namun BI, perlu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Hal ini mempertimbangkan arah kebijakan the Fed yang berpotensi kembali menaikkan suku bunga sekitar 25–50 basis poin ke depan," katanya.
Selain itu, BI juga diperkirakan masih akan melihat perkembangan inflasi, mengingat ada risiko peningkatan akibat El Nino, yang juga akan menimbulkan kekeringan yang selanjutnya akan mempengaruhi produktivitas tanaman pangan.
Dengan berbagai kondisi tersebut, BI akan mempertimbangkan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan sebesar 5,75 persen hingga akhir 2023.
Melihat serangkaian perkembangan ini, rupiah diperkirakan dibuka fluktuatif pada pembukaan perdagangan besok, Kamis (6/7/2023). Namun ditutup melemah direntang Rp15.000–Rp15.060 per dolar AS.