Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana mengevaluasi sistem IPO Bursa Efek Indonesia akibat maraknya saham yang masuk dalam pantauan khusus.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut menanggapi terkait banyaknya emiten baru yang kini sedang dipantau khusus oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) karena tidak likuid dan berpotensi delisting dari Bursa. Hal itu tentu saja akan merugikan para investor ritel yang telah menanamkan modalnya di saham emiten terkait.
Sebelumnya, BEI telah merilis daftar terbaru 174 saham atau efek bersifat ekuitas dalam pemantauan khusus, yang berlaku efektif 5 Juni 2023. Dari daftar tersebut, Bisnis menghimpun sebanyak 34 saham merupakan emiten baru yang mencatatkan saham perdananya di antara periode 2019-2022.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi mengatakan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap investor ritel, OJK akan mengevaluasi terkait aturan pelaksanaan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). Jika diperlukan, nantinya OJK akan memperketat aturan dan persyaratan IPO perusahaan.
"OJK selalu melakukan evaluasi terkait dengan persyaratan dan ketentuan pelaksanaan penawaran umum perdana saham, dan akan melakukan revisi aturan jika memang diperlukan," ujar Inarno dalam Konferensi Pers RDK Bulanan, Selasa, (6/6/2023).
Lebih lanjut dia mengatakan, sesuai dengan prinsip keterbukaan di pasar modal, salah satu bentuk perlindungan terhadap investor adalah dengan pengungkapan seluruh informasi material yang relevan serta dokumen pernyataan pendaftaran termasuk prospektus IPO.
Baca Juga
Oleh karena itu, OJK mendorong seluruh informasi tersebut diungkapkan dalam prospektus melalui proses penelaahan yang telah dilakukan. Dia bilang, OJK juga membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak dalam rangka mengawasi pasar modal.
"Sekali lagi saya tekankan, di samping OJK, para pelaku pasar pun juga harus ikut mengawasi terutama dalam proses IPO. Perlu adanya penguatan juga di lembaga profesi penunjang pasar seperti penjamin emisi efek, akuntan publik, konsultan hukum, serta profesi terkait lainnya," tegas Inarno.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dari 34 saham emiten pendatang baru ini, sebanyak 20 saham mendapat kriteria 1 dari BEI. Notasi 1 artinya harga rata-rata saham selama 6 bulan terakhir di pasar regular kurang dari Rp51.
20 saham tersebut adalah TRUE, HOPE, WINR, ARKA, CBMF, EPAC, KBAG, KOTA, PURA, REAL, TAMA, WOWS, BAUT, NTBK, BAPI, CPRI, DADA, POSA, SBAT, dan ENVY.
Kemudian, sebagian besar emiten juga mendapat notasi 7 dari BEI. Adapun notasi 7 berarti saham-saham yang memiliki likuditas rendah. Kriterianya adalah saham dengan rata-rata nilai transaksi harian kurang dari Rp5 juta dan volume transaksi harian kurang dari 10.000 saham selama 6 bulan terakhir.
Saham-saham pendatang baru yang listing 2019-2022 dan mendapat notasi 7 adalah LIFE, SOHO, CLAY, CBMF, EPAC, PURE, TAMA, AGAR, CSMI, RONY, POSA, ROCK, dan ENVY.