Bisnis.com, JAKARTA - Rupiah ditutup di zona hijau pada akhir perdagangan Kamis, (27/4/2023). Rupiah menjadi mata uang yang paling perkasa di Asia, di tengah pelemahan indeks dolar AS.
Berdasarkan data Bloomberg dikutip Kamis, (27/4/2023) pukul 16.00 WIB, rupiah terpantau menguat 129,5 poin atau 0,87 persen ke Rp14.706 per dolar AS.
Penguatan rupiah seiring dengan sejumlah mata uang Asia lainnya seperti baht Thailand yang menguat 0,04 persen, yuan China menguat 0,08 persen, dan rupee India menguat 0,08 persen.
Sementara itu, mata uang Asia yang melemah terhadap dolar AS yakni ringgit Malaysia yang melemah 0,02 persen, peso Filipina melemah 0,18 persen, won Korea melemah 0,10 persen, dan yen Jepang yang melemah 0,13 persen.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pada perdagangan besok kemungkinan rupiah akan dibuka fluktuatif namun ditutup menguat.
"Dalam penutupan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat 129 poin, walaupun sebelumnya sempat menguat 130 poin di level Rp14.706 dari penutupan sebelumnya di level Rp14.836. Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp14.670 hingga Rp14.740," ujar Ibrahim dalam riset dikutip Kamis, (27/4/2023).
Baca Juga
Sepanjang perdagangan hari ini, dolar AS melemah menjelang rilis data pertumbuhan utama AS, di tengah kekhawatiran atas risiko penularan perbankan, ekonomi yang melambat, dan kebuntuan plafon utang.
"Dolar terus turun hari ini, dengan suasana seputar mata uang yang tidak tertolong oleh kepercayaan deposan yang tampaknya terkuras dari First Republic Bank setelah mengungkapkan US$100 miliar penarikan pelanggan bulan lalu," ujarnya.
Kekhawatiran bahwa pengurangan pinjaman akan menghambat aktivitas ekonomi lebih lanjut menambah tanda-tanda bahwa pertumbuhan ekonomi AS sudah melambat sebagai akibat dari pengetatan moneter agresif Federal Reserve untuk memerangi inflasi yang melonjak.
Angka produk domestik bruto AS kuartal pertama akan segera dirilis, seperti yang diharapkan menunjukkan bahwa pertumbuhan turun menjadi 2 persen untuk tiga bulan pertama tahun ini, dari 2,6 persen pada kuartal sebelumnya.
The Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin lebih lanjut minggu depan, tetapi ekspektasi tumbuh bahwa ini akan mewakili puncaknya, dengan suku bunga akan mulai turun pada paruh kedua tahun ini.
Sementara itu, Bank Sentral Eropa juga diperkirakan akan menaikkan suku bunga minggu depan, tetapi dengan ekonomi Eropa menunjukkan tanda-tanda pemulihan dan sektor perbankan di kawasan ini terlihat lebih tangguh, bank sentral kemungkinan akan melanjutkan kenaikan suku bunga hingga musim panas, mendukung mata uang tunggal.