Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Catatan Plus Minus Kinerja Saratoga (SRTG), Dividen hingga Laba

Kinerja Saratoga Investama Sedaya (SRTG) tidak hanya bisa dilihat dari aspek bottom line, laba atau rugi bersih.
Direktur Keuangan PT Saratoga Investama Sedaya Tbk Lany Djuwita Wong (dari kiri) berbincang dengan Direktur Investasi Devin Wirawan, Hubungan Investor Albert Saputro, dan Direktur Portofolio Andi Esfandiari di sela-sela paparan publik seusai RUPS, di Jakarta, Rabu (22/5/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Direktur Keuangan PT Saratoga Investama Sedaya Tbk Lany Djuwita Wong (dari kiri) berbincang dengan Direktur Investasi Devin Wirawan, Hubungan Investor Albert Saputro, dan Direktur Portofolio Andi Esfandiari di sela-sela paparan publik seusai RUPS, di Jakarta, Rabu (22/5/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Saham perusahaan investasi PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG) menguat 7,09 persen atau 135 poin ke level Rp2.040 pada akhir perdagangan Jumat (17/3/2023). Namun, sepanjang sepekan atau 5 hari perdagangan, saham emiten milik Sandiaga Uno ini masih mengalami koreksi 6,85 persen.

Berdasarkan data RTI, price to earning ratio (PER) SRTG sebesar 5,99 kali dengan kapitalisasi pasar Rp27,67 triliun per akhir pekan lalu. Saham SRTG pernah mencapai posisi tertinggi di level Rp2.940 pada 23 September 2022.

Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengatakan investor perlu memahami bagaimana menilai valuasi saham perusahaan investasi seperti Saratoga. Karena strategi bisnis Saratoga adalah berinvestasi di perusahaan portofolio, bukan mengelola secara langsung operasional bisnis seperti korporasi pada umumnya.

Menurut Alfred, sumber utama keuntungan perusahaan investasi berasal dari pendapatan dividen dan kenaikan nilai saham dari portofolio investasi. Namun kenaikan nilai saham tersebut hanya dicatatkan dalam pos investasi di neraca, di mana selisih yang dicatat sebagai laba masih unrealized.

“Faktor inilah yang membuat laba perusahaan investasi seringkali mengalami fluktuasi. Berbeda halnya jika perusahaan melakukan divestasi atau penjualan terhadap portofolionya, sehingga keuntungannya bisa masuk ke kas perusahaan,” jelasnya, Minggu (19/3/2023).

Dia menilai kinerja SRTG tidak hanya bisa dilihat dari aspek bottom line, laba atau rugi bersih. Karena fluktuasi harga saham portofolio akan mempengaruhi nilai investasi sehingga berdampak terhadap perhitungan laba.

Sebagai catatan, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk SRTG tercatat turun 81,45 persen, dari Rp24,8 triliun pada 2021 menjadi Rp4,61 triliun pada 2022.

Sementara itu, SRTG mencapai Net Asset Value (NAV) sebesar Rp60,9 triliun. Nilai tersebut naik 8 persen dibandingkan 2021 sebesar Rp56,3 triliun.

Sebelumnya Presiden Direktur Saratoga Michael William P. Soeryadjaya mengatakan pertumbuhan NAV yang tetap positif di tengah berbagai tekanan faktor ekonomi sepanjang tahun lalu membuktikan soliditas dari strategi investasi SRTG.

Pada 2022, Saratoga membukukan perolehan dividen Rp2,6 triliun atau naik 57 persen dibandingkan 2021. Tahun lalu, Saratoga juga berhasil memangkas utang bersih hingga 80 persen menjadi Rp688 miliar.

Sementara dari perspektif arus kas, sepanjang tahun lalu perusahaan menghasilkan arus kas masuk dari aktivitas operasi hingga mencapai Rp3,7 triliun. Berbeda dengan tahun 2021 dimana arus kas keluar senilai Rp362 miliar.

Lebih lanjut analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya dan Rut Yesika Simak, dalam risetnya yang terbit pada 20 Januari 2023 menilai harga saham SRTG layak untuk dihargai lebih tinggi. Ada 4 alasan yang mendasari analisis Mirae.

Pertama, NAV SRTG terus meningkat. Dengan harga saham saat ini, di mana kapitalisasi pasar SRTG sekitar Rp 27 triliun, mencerminkan diskon hingga 46 persen terhadap NAV.

Kedua, Mirae menilai pengurangan utang membuat neraca SRTG jadi lebih sehat. Sementara faktor ketiga, kas bersih yang terus meningkat. Alasan keempat potensi bagi SRTG untuk meraih pendapatan dividen yang lebih tinggi dalam enam bulan ke depan.

Di sisi lain, Mirae juga mengingatkan ada beberapa risiko yang dihadapi oleh Saratoga. Seperti pendapatan dividen dibawah perkiraan, penurunan harga komoditas seperti emas, tembaga, batubara dan nikel. Faktor negatif lainnya jika pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah daripada proyeksi.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper