Bisnis.com, JAKARTA – Pasar obligasi yang memiliki resiko rendah menjadi instrumen menarik di tengah kondisi pasar saham yang tertekan karena dibayangi resesi 2023. Analis menyebutkan adanya potensi pertukaran minat investor pasar saham ke pasar obligasi.
Potensi switching disebut Senior Investment Information Nafan Aji Gusta disebabkan oleh obligasi yang menjadi instrumen investasi yang lebih menjanjikan dengan resiko yang lebih rendah. Namun kondisi IHSG yang memerah dapat dimanfaatkan investor untuk melakukan buy on weakness.
“Pelaku pasar dapat memanfaatkan IHSG yang downtrend dengan buy oon weakness pada saham-saham yang potensial,” katanya dalam acara Media Day Mirae Asset Sekuritas, Selasa (10/1/2023).
Lebih lanjut, Martha Christina selaku Senior Investment Information menjelaskan meskipun resesi meningkat, obligasi swasta akan lebih sedikit diterbitkan karena suku bunga yang meningkat.
“Kalau obligasi swasta lebih rendah penerbitan, suku bunga yang lebih tinggi menjadi penahan,” kata Martha menjawab pertanyaan Bisnis.
Sementara target SBN oleh pemerintah akan dinaikkan 30 persen, dari target Rp100 triliun menjadi Rp130 triliun dengan alasan kenaikan minat yang tinggi.
Baca Juga
“Kuncinya di suku bunga BI, jika suku bunga stabil maka obligasi stabil,” lanjut Martha.
Sebagai informasi bahwa pemerintah berencana menerbitkan 8 seri SBN ritel dengan jadwal tertekat pada 19 Januari – 9 februari dengan jenis SBR012-T2 dan SBR012-T4.
Kemudian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan investor saat ini, yaitu strategi investasi produk pasar modal.
Investor dapat memilih strategi yang berimbang yaitu ketika ekonomi tumbuh secara ekspansif maka instrument beresiko seperti saham dapat dipilih. Namun ketika pertumbuhan ekonomi melambat maka obligasi dapat menjadi pilihan.
“Jika mau masuk pasar saham, lebih baik masuk pada saat diskon,” imbuhnya.