Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Penerbitan Obligasi Korporasi 2023 Tetap Ramai tapi...

Meski prospeknya terbilang positif, pertumbuhan penerbitan obligasi korporasi 2023 berpotensi tidak setinggi tahun lalu.
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (20/7/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (20/7/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Penerbitan obligasi sebagai salah satu instrumen penggalangan dana diprediksi ramai pada awal 2023. Analis memperkirakan pertumbuhan penerbitan obligasi akan tetap positif sepanjang tahun ini. 

Dua korporasi sudah terlebih dahulu menerbitkan obligasi pada dua pekan pertama Januari 2023. Kedua korporasi itu adalah PT MNC Kapital Indonesia Tbk. (BCAP) yang mendaftarkan efek baru berupa obligasi Rp450 miliar dan PT CIMB Niaga Auto Finance yang menerbitkan sukuk senilai Rp1 triliun.

“Kami perkirakan pertumbuhan penerbitan obligasi korporasi akan tetap bagus ditahun 2023,” kata Direktur & Chief Investment Officer, Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula saat dihubungi Bisnis, Senin (9/1/2023).

Menurut dia meski prospeknya terbilang positif, pertumbuhan penerbitan obligasi 2023 berpotensi tidak setinggi tahun lalu.

Berdasarkan data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) penerbitan obligasi korporasi sepanjang 2022 mencapai Rp163,63 triliun, angka tersebut meningkat 44,72 persen dari tahun lalu yang sebesar Rp113,07 triliun.

“Hal ini karena kenaikan suku bunga domestik menyebabkan cost of fund lebih tinggi sehingga untuk korporasi yang tidak ada keperluan mendesak akan menahan atau mengurangi penerbitan,” kata Ezra.

Sementara itu, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menyebut awal tahun merupakan momentum yang tepat bagi korporasi untuk menjajal alternatif sumber pendanaan ini.

Dia mengemukakan tren pasar obligasi cenderung membaik. Hal ini ditandai dengan angka inflasi global yang menunjukkan penurunan. Selain itu, siklus suku bunga tinggi di berbagai negara telah memperlihatkan fase puncak.

“Memang suku bunga acuan Bank Indonesia dan The Fed belum ada keputusan, tetapi ekspektasi kenaikannya akan lebih melandai menjadi hanya 25 basis poin," lanjutnya. Untuk itu, Handy berpendapat emiten dapat memanfaatkan sentimen pembiayaan yang ada untuk mengoptimalisasi momentum ini, misalnya ketika likuiditas masih longgar dan tingkat yield yang mulai turun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper