Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat ditutup melemah di hari ketiga berturut-turut pada Selasa (30/8/2022) setelah data terbaru menunjukkan ketahanan dalam rumah tangga dan tenaga kerja.
Data tersebut menegaskan tekad Federal Reserve untuk terus agresif dalam memerangi inflasi.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 0,96 persen ke level 31.790,87, sedangkan indeks S&P 500 anjlok 1,1 persen ke 3.96,14 dan Nasdaq Composite melemah 1,12 persen ke 11.883,14.
Imbal hasil obligasi AS berakhir variatif setelah rebound tak terduga pada indeks kepercayaan konsumen Agustus mendorong tingkat swap menunjukkan proyeksi kenaikan suku bunga The Fed sebesar 75 basis poin dalam pertemuan September mendatang.
Dalam pidato terpisah pada Selasa, tiga presiden The Fed regional mengulangi tekad Ketua Jerome Powell untuk menurunkan inflasi. Data lowongan pekerjaan pada hari Selasa menambah tanda-tanda bahwa pasar tenaga kerja tetap ketat dan tekanan upah masih ada. Data klaim pengangguran akan dirilis pada Kamis sebelum data nonfarm payroll Agustus hari Jumat.
Kepala strategi perdagangan TD Ameritrade Shawn Cruz mengatakan data nonfarm payroll hari Jumat akan membuat pelaku pasar ekstra sensitif terhadap banyak data yang masuk, terutama seputar ketenagakerjaan.
Baca Juga
“Tidak mengherankan bahwa mendapatkan data sentimen konsumen hari ini dan data JOLTS memiliki reaksi yang cukup kuat di pasar. Itu mungkin yang harus Anda harapkan dari sekarang hingga pertemuan Fed September, khususnya data seputar pekerjaan,” ungkap Cruz seperti dikutip Bloomberg, Rabu (31/8/2022).
Pandangan analis terhadap dampak pernyataan pejabat The Fed dan data ekonomi terhadap pasar saham masih beragam. Sementara Credit Suisse Group AG merekomendasikan investor untuk menurunkan bobot ekuitas global setelah simposium Jackson Hole, analis JPMorgan Chase & Co. mengatakan bahwa data pasar tenaga kerja AS yang menandakan berita buruk bagi perekonomian sebenarnya merupakan sinyal bullish untuk saham.
Sementara itu, obligasi menuju pasar bearish pertama dalam satu generasi, mengecewakan investor yang keliru dalam bertaruh bahwa bank sentral akan menjauh dari kenaikan suku bunga yang cepat.
The Fed minggu ini juga akan meningkatkan pelepasan neraca hampir US$9 triliun. Dampak pengetatan kuantitatif akan relatif tidak berbahaya selama enam hingga 12 bulan pertama, tetapi dapat mulai meningkat dampaknya terhadap ekonomi sekitar pertengahan tahun depan, ungkap ahli strategi investasi ClearBridge Investments Jeff Schulze.
Risiko lain berkisar dari perlambatan ekonomi China hingga krisis energi yang mengancam Eropa ke dalam resesi dengan mendekatnya musim dingin.