Bisnis.com, JAKARTA – Indeks acuan bursa saham Amerika Serikat di Wall Street, New York jatuh pada awal perdagangan Selasa (16/8/2022) waktu setempat lantaran investor menimbang data ekonomi terbaru di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi.
Berdasarkan data Bloomberg, pada 20.34 WIB, indeks Dow Jones Industrial Average dibuka melemah tipis 0,01 persen atau 2,15 poin ke 33.910,29, S&P 500 tergelincir 0,15 persen atau 6,35 poin ke 4.290,79, dan Nasdaq turun 0,31 persen atau 40,09 poin ke 13.087,97.
Laporan data ekonomi pada Selasa menunjukkan penurunan yang lebih besar dari perkiraan dalam konstruksi rumah AS, sementara produksi di pabrik-pabrik AS meningkat pada Juli 2022 untuk pertama kalinya dalam tiga bulan.
Di sisi perusahaan, saham Walmart Inc. naik setelah melampaui ekspektasi laba analis Wall Street. Perusahaan juga sedikit meningkatkan perkiraan setahun penuhnya. Saham Home Depot Inc. juga naik setelah mempertahankan perkiraannya untuk tahun ini meskipun pendapatan kuartal kedua lebih baik dari perkiraan.
Penurunan tajam dalam manufaktur negara bagian New York menjadi rilis terburuk kedua sejak 2001, bersama dengan penurunan terpanjang sejak 2007 dalam sentimen pembangun rumah, memicu optimisme berumur pendek di pasar saham bahwa Federal Reserve mungkin memperlambat kenaikan suku bunga.
Petunjuk tentang seberapa sensitif The Fed terhadap data ekonomi yang sedang berlangsung dapat diketahui ketika risalah pertemuan terakhir Komite Pasar Terbuka The Fed (FOMC) dirilis pada Rabu (17/8/2022) waktu setempat.
Baca Juga
Pejabat The Fed termasuk Esther George dan Neel Kashkari juga akan berbicara. Namun, acara besar yang ditunggu investor adalah simposium kebijakan moneter tahunan di Jackson Hole, Wyoming selama 25-27 Agustus. Para investor saham bersiap untuk volatilitas yang lebih tinggi menjelang acara tersebut.
Sementara itu, Indeks saham Stoxx 600 Eropa naik untuk hari kelima, rekor terpanjang sejak Maret, dengan produsen komoditas dan utilitas membukukan beberapa kenaikan terbesar.
Harga minyak West Texas Intermediate berjangka pulih tetapi diperdagangkan di bawah US$89 per barel setelah jatuh sekitar 5 persen selama dua sesi sebelumnya. Selain kekhawatiran ekonomi, investor juga menghadapi prospek peningkatan pasokan karena permintaan yang moderat.
Adapun Libya memompa lebih banyak pasokan minyak dan Iran semakin dekat untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir yang kemungkinan akan melihat aliran minyak mentah menjadi lebih tinggi.