Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terpantau ditutup dalam pelemahan pada perdagangan Senin (1/8/2022) di hadapan dolar AS kendati indeks dolar AS juga mengalami pelemahan.
Mengutip data Bloomberg, mata uang Garuda ditutup melemah 0,26 persen atau 39 poin ke Rp14.873 per dolar AS. Adapun, indeks dolar AS melemah 0,39 persen ke 105,48.
Selain rupiah, mata uang dolar Taiwan juga melemah 0,28 persen, won Korea Selatan melemah 0,37 persen, peso Filipina melemah 0,33 persen dan yen China melemah 0,14 persen.
Di sisi lain, mata uang rupee India menguat 0,28 persen, dolar Singapura menguat 0,22 persen, dan yen Jepang menguat 0,62 persen.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa dolar merosot ke level terendah baru enam pekan terhadap mata uang lainnya pada Senin karena pasar terus bertaruh bahwa Federal Reserve tidak terlalu memperketat hubungannya dengan ekonomi AS yang berisiko mengalami resesi.
Pasangan mata uang sangat sensitif terhadap perubahan imbal hasil Treasury jangka panjang AS, dengan patokan 10-tahun melayang di sekitar 2,67 persen setelah meluncur ke level terendah sejak awal April di 2,618 persen pada akhir pekan lalu.
Baca Juga
Data pada akhir pekan lalu melemparkan greenback ke dua arah, dengan awalnya naik setelah indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) menunjukkan inflasi tercepat sejak 2005, hanya tenggelam setelah laporan akhir University of Michigan menunjukkan ekspektasi inflasi konsumen yang menurun.
Fokus ekonomi untuk minggu ini adalah laporan pekerjaan bulanan AS pada Jumat mendatang. Pedagang saat ini memperkirakan sekitar 31 persen kemungkinan bahwa Fed akan mempertahankan laju kenaikan suku bunga 75 basis poin saat ini pada pertemuan berikutnya pada 21 September 2022, dengan peluang 69 persen untuk kenaikan setengah poin yang lebih kecil.
Sementara itu, dari dalam negeri angka aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI). Untuk periode Juli 2022, PMI manufaktur Indonesia berada di 51,3. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 50,2 sekaligus jadi yang tertinggi dalam tiga bulan terakhir.
Pemesanan baru (new orders) meningkat setelah berada di tingkat yang rendah pada Juni. Dunia usaha menyebut peningkatan produksi terjadi seiring tumbuhnya permintaan dari konsumen. Saat permintaan ekspor masih turun, permintaan domestik mampu mengambil alih. Penurunan ekspor bahkan berada di titik terendah sejak Agustus tahu lalu.
Tingginya harga komoditas menjadi faktor yang membuat fundamental Indonesia saat ini cukup kuat. Neraca perdagangan mencatat surplus 26 bulan beruntun, yang membuat transaksi berjalan juga surplus. Pasokan devisa menjadi besar yang membuat nilai tukar rupiah menjadi cukup stabil, tidak mengalami pelemahan tajam seperti mata uang di kawasan Asia lainnya.
Selain itu, pemerintah diperkirakan mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp 420 triliun pada tahun ini karena lonjakan harga komoditas. Kenaikan tersebut digunakan untuk subsidi energi sehingga harga BBM Pertalite dan gas tiga kilogram tidak dinaikkan, yang bisa menjadi inflasi di dalam negeri tidak terlalu tinggi.
Namun kekuatan ekonomi Indonesia diuji dengan melambatnya ekonomi China, yang kemungkinan PDB kuartal kedua 2022 dibawah 5,5 persen.
“Kalau China terjadi perlambatan ekonomi akan berdampak terhadap ekspor komoditas Indonesia. Ketakutan ini yang membuat mata uang rupiah melemah walaupun data ekonomi dalam negeri cukup bagus,” kata Ibrahim dalam riset harian, Senin (1/8/2022).
Untuk perdagangan besok, Ibrahim memperkirakan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatuf namun ditutup menguat di rentang Rp14.860-Rp14.890.