Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpantau berfluktuasi pada pembukaan perdagangan hari ini, Senin (4/7/2022). Sementara beberapa mata uang lain di kawasan Asia terlihat perkasa.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Garuda terpantau dibuka menguat 7,00 poin atau 0,05 persen ke posisi Rp14.935,50 per dolar AS. Sementara itu, pada pukul 09.10 WIB, indeks dolar AS melemah 0,07 persen di posisi 105,0620.
Selain rupiah, mata uang lain di kawasan Asia lain yang dibuka menguat di antaranya yen Jepang naik 0,11 persen, yuan China naik 0,07 persen, dolar Singapura naik 0,02 persen, dan won Korea Selatan naik 0,01 persen terhadap dolar AS.
Di sisi lain, baht Thailand terpantau melemah 0,24 persen, peso Filipina melemah 0,13 persen, ringgit Malaysia turun 0,05 persen, dan dolar Taiwan melemah 0,02 persen terhadap dolar AS.
Kendati demikian, rupiah berbalik arah ke zona merah pada 09.30 WIB dengan pelemahan 0,04 persen atau 5,5 poin ke Rp14.948 per dolar AS.
Sebelumnya, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam riset hariannya mengatakan dolar AS kembali menguat terhadap mata uang utama, seiring dengan aksi investor yang mempertimbangkan dorongan dari kebijakan The Fed serta adanya risiko resesi AS.
Baca Juga
Pada pekan lalu, indeks dolar AS telah naik 0,7 persen karena potensi perlambatan global memperkuat daya tarik greenback sebagai safe haven.
Sementara itu, The Fed telah menaikkan suku bunga 150 basis poin sejak Maret 2022, di mana 75 poin berasal dari kebijakan hasil pertemuan Juni 2022 dan merupakan kenaikan terbesar sejak 1994.
"The Fed diperkirakan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada pertemuan Juli demi menangkal dampak inflasi," kata Ibrahim dalam riset harian, dikutip Senin (4/7/2022).
Dari dalam negeri, Indonesia mengalami inflasi sebesar 4,35 persen secara tahunan dan merupakan yang tertinggi sejak Juni 2017. Angka inflasi ini juga lebih tinggi daripada estimasi para analis.
Kementerian Keuangan sebelumnya memperkirakan inflasi hingga akhir 2022 akan mencapai 4,5 persen yang dipengaruhi oleh lonjakan harga komoditas global, imbas dari disrupsi rantai pasok dan konflik Rusia-Ukraina.
Mengutip Bloomberg di sesi Asia, Senin (4/7/2022), indeks AS dolar tergelincir, sementara komoditas lain seperti minyak mentah mendekati US$108 per barel dan Bitcoin melayang tepat di atas level US$19.000.
Di Amerika dan negara lain, tanda-tanda kelemahan ekonomi menjadi lebih jelas dalam segala hal mulai dari pengeluaran pribadi hingga manufaktur. Investor semakin khawatir tentang resesi dan implikasinya daripada berfokus pada tekanan harga yang meningkat.
“Psikologi pasar bergeser secara radikal dari kekhawatiran inflasi ke yang sekarang di mana kami sangat fokus pada pertumbuhan,” kata Chris Weston, kepala penelitian Pepperstone Group, menulis dalam sebuah catatan.
Salah satu ketakutan pelaku pasar sekarang adalah bahwa The Fed akan terlalu lambat dalam menaikkan kembali suku bunganya. Di Cina, kasus Covid terus meningkat selama akhir pekan, sehingga menjadi ujian lain untuk strategi pemerintah setempat dalam mencoba menghilangkan lockdown.