Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awal Juli, Wall Street Hijau setelah Semester I Terburuk S&P 500 sejak 1970

Pasar saham tertatih-tatih memasuki kuartal ketiga dan paruh kedua tahun ini di tengah kekhawatiran yang meluas tentang apakah ekonomi dapat tetap tangguh dalam menghadapi inflasi.
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat parkir di zona hijau pada penutupan perdagangan Jumat (1/7/2022) waktu setempat karena pasar cenderung stabil setelah melewati pelemahan terburuk paruh pertama tahun ini.

Berdasarkan data Bloomberg, Sabtu (2/7/2022), indeks Dow Jones Industril Average ditutup naik 1,05 persen atau 321,83 poin ke 31.097,26, S&P 500 melejit 1,06 persen atau 39,95 poin ke 3.825,33, dan Nasdaq menanjak 0,90 persen atau 99,11 poin ke 11.127,85.

Pergerakan itu terjadi menyusul serangkaian data ekonomi yang beragam pada Jumat pagi, yang menawarkan beberapa bukti pelemahan lebih lanjut di sektor-sektor utama ekonomi.

Indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur akhir S&P Global untuk Juni direvisi naik menjadi 52,7, yang masih terendah sejak Juli 2020, tetapi lebih baik dari 52,4 yang dilaporkan sebelumnya untuk bulan tersebut.

Namun, indeks manufaktur Institute for Supply Management turun lebih dari yang diharapkan menjadi 53,0 untuk Juni 2022 dari 56,1 pada Mei 2022, karena indeks yang melacak pesanan baru berkontraksi untuk pertama kalinya dalam dua tahun, menandakan pelemahan permintaan lebih lanjut dalam perekonomian AS.

Minyak mentah berjangka menengah West Texas naik kembali di atas US$108 per barel setelah mencatat penurunan bulanan pertama sejak November 2021 pada Juni. Sementara itu imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun turun di bawah 2,9 persen, menurun tajam dari level tertinggi lebih dari satu dekade hampir 3,5 persen yang dicapai pada pertengahan Juni 2022.

Pasar tertatih-tatih memasuki kuartal ketiga dan paruh kedua tahun ini di tengah kekhawatiran yang meluas tentang apakah ekonomi dapat tetap tangguh dalam menghadapi inflasi dan respons agresif Federal Reserve terhadap inflasi. S&P 500 menutup paruh pertama tahun ini dalam posisi terburuk sejak 1970 pada, anjlok lebih dari 20 persen dalam enam bulan pertama 2022.

Sentimen penggerak pasar saham tetap menantang, dengan tanda-tanda perlambatan pertumbuhan AS meningkat, baik dalam data ekonomi maupun dalam hasil dan anekdot perusahaan.

Pejabat Federal Reserve sejauh ini telah mengirim sinyal bahwa mereka akan membiarkan ekonomi terus melemah sampai tingkat tertentu jika itu berarti mencapai tujuan utama mereka saat ini untuk menurunkan inflasi.

Perusahan semiconductor bellwether Micron Technology pada Kamis merilis perkiraan penjualan kuartal saat ini yang jauh di bawah perkiraan Wall Street, menunjukkan pelanggan menarik kembali pemesanan chip memori yang banyak digunakan di komputer dan smartphone untuk mengantisipasi melemahnya permintaan di kalangan konsumen.

Hanya sehari sebelumnya, perusahaan furnitur RH memangkas perkiraan pendapatannya sendiri, dengan alasan lingkungan ekonomi makro yang memburuk.

Inflasi, terutama untuk kebutuhan pokok seperti gas dan makanan, tetap tinggi, menekan kecenderungan konsumen untuk berbelanja. Pengeluaran pribadi riil turun lebih dari yang diharapkan pada Mei.

Kendari demikian, dampak penuh dari inflasi pada laba perusahaan kemungkinan belum sepenuhnya tercermin dalam perkiraan pendapatan hingga saat ini, banyak ahli strategi berpendapat, menunjukkan volatilitas lebih lanjut untuk saham. Musim pelaporan kinerja emiten triwulanan berikutnya akan dimulai pada pertengahan Juli 2022.

"Inflasi saat ini ada di benak semua orang, apakah itu konsumen, perusahaan, dan pembuat kebijakan. Tapi setelah itu, fokusnya adalah benar-benar pendapatan," Ryan Nauman, ahli strategi pasar Zephyr, mengatakan kepada Yahoo Finance Live.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg/Yahoo Finance
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper