Bisnis.com, JAKARTA - Peningkatan suku bunga The Fed sebesar 75 basis points (bps) diperkirakan akan berdampak terhadap mata uang rupiah. Hal tersebut membuat sebagian emiten rentan terhadap pelemahan rupiah.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, pelemahan rupiah akan berdampak ke emiten yang melakukan kegiatan ekspor dan impor.
"Salah satu industri tersebut adalah bahan baku farmasi, khususnya industri obat. Karena hari ini, 80 persen-90 persen lebih bahan baku obat itu impor," ucap Nico dihubungi, Senin (20/6/2022).
Selain itu, menurutnya emiten di sektor pengolahan yang memiliki kebutuhan impor tinggi akan terpengaruh oleh pelemahan rupiah. Sektor-sektor tersebut seperti sektor properti, material, dan sektor perdagangan, khususnya barang mewah yang mengharuskan melakukan impor.
"Cukup banyak yang harus diperhatikan investor. Tetapi, yang paling penting adalah keyakinan dan sikap dari BI," ujar dia.
Menurutnya, kondisi fiskal yang membaik, fundamental ekonomi kuat, memang menjadi salah satu bantalan ekonomi. Namun, hal ini menurutnya tidak cukup, karena tingkat suku bunga antar negara harus dijaga, begitu pula dengan imbal hasil.
Baca Juga
"Kalau kita terlalu dekat suku bunganya dengan The Fed, capital outflow akan semakin besar. Kalau begitu rupiah melemah dan mengurangi keinginan orang untuk berinvestasi di Indonesia, khususnya investor asing," ucapnya.