Bisnis.com, JAKARTA — PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk. (GOOD) menyatakan kebijakan larangan ekspor gandum yang diterapkan India dan memicu kenaikan harga komoditas tersebut di pasar global tidak berdampak ke perusahaan. Garudafood sejauh ini tidak mengimpor gandum dari India.
"Garudafood tidak ada impor gandum dari India,” kata Head of Corporate Communication & Relations Garudafood Dian Astriana kepada Bisnis, Selasa (17/5/2022).
Dian menjelaskan bahwa perusahaan telah menyiapkan stok dan kontrak jangka panjang pengadaan gandum untuk mengantisipasi gangguan pasokan dan fluktuasi harga sejak ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina meningkat pada Februari lalu.
“Sejauh ini Garudafood sudah mengamankan pasokan gandum melalui stock-up dan kontrak jangka panjang hingga beberapa bulan ke depan sejak perang Ukraina pecah. Jadi belum sampai berdampak pada kenaikan harga,” lanjut Dian.
Emiten produsen makanan ringan kacang Garuda dan biskuit Gery tersebut tercatat membukukan penjualan sebesar Rp2,77 triliun sepanjang kuartal I/2022, naik 22,2 persen YoY dibandingkan dengan kuartal I/2021 sebesar Rp2,27 triliun. Namun, laba bersih Garudafood mengalami penurunan imbas dari membengkaknya biaya komponen produksi.
Pertumbuhan penjualan Garudafood ditopang oleh kategori makanan yang memberikan kontribusi sebesar 88,8 persen dari seluruh porsi penjualan dan naik sebesar 22 persen YoY dari Rp2,02 triliun menjadi Rp2,46 triliun. Sementara itu, kategori minuman meningkat 23,3 persen YoY menjadi Rp310,30 miliar pada kuartal I/2022.
Baca Juga
Di tengah peningkatan kinerja tersebut, laba bersih GOOD yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun sebesar 24 persen YoY, dari Rp122,73 miliar pada kuartal I/2021 menjadi Rp93,67 miliar.
Direktur Garudafood Paulus Tedjosutikno dalam keterangan resmi pada Kamis (28/4/2022) menjelaskan penurunan laba dipengaruhi oleh kenaikan harga beberapa komoditas bahan baku serta bahan kemas. Kenaikan harga komponen produksi ini tak lepas dari pengaruh pandemi berkepanjangan yang memicu kelangkaan kontainer, tingginya freight cost dan kelangkaan bahan baku.
Hal tersebut makin diperburuk dengan krisis Rusia dan Ukraina yang menimbulkan dampak multiplier yang sangat luas. Laporan keuangan GOOD memperlihatkankan beban pokok bahan baku mencapai Rp1,26 triliun, 28,13 persen lebih tinggi daripada posisi kuartal I/2021 sebesar Rp985,65 miliar.
"Tantangan kami saat ini adalah menghadapi kenaikan harga bahan baku dan bahan kemas yang belum dapat diprediksi kapan akan berakhir,” lanjut Paulus.
Untuk menyiasati kondisi tersebut, Paulus mengatakan GOOD melakukan berbagai upaya, antara lain melakukan kontrak jangka panjang untuk mendapatkan harga yang stabil dan untuk menjamin pasokan. Garudafood juga meningkatkan persediaan untuk mengantisipasi gangguan di jalur logistik bahan baku sehingga kelangsungan proses produksi tidak sampai terganggu.
Pada perdagangan Selasa (17/5/2022), saham GOOD ditutup menguat 2,88 persen atau 15 poin ke posisi 535 per saham. Gerak saham Garudafood sejalan dengan indeks emiten sektor konsumer non-cyclical yang ditutup naik tipis 0,07 persen.