Bisnis.com, JAKARTA — Seorang praktisi pasar modal mengatakan bahwa pola pikir investor menanamkan dana di berbagai instrumen investasi harus dirombak. Investor harus meletakkan kesadaran bahwa berinvestasi ada pasang surutnya, bukan meraup keuntungan dalam sekejap.
Vier Abdul Jamal, praktisi pasar modal, memberi contoh saat kita berinvestasi di saham, pasti harganya akan mengalami turun dan naik. Sebagai investor hal itu dipandang sebagai sesuatu yang lumrah.
“Berbeda jika sebagai trader yang memang mengejar keuntungan dalam waktu singkat,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (30/3/2022).
Ketika seseorang membeli saham, tuturnya, dia mempunyai potensi mendapatkan keuntungan kenaikan harga (capital gain) atau dividen yang bersumber dari laba bersih perseroan.
Vier menegaskan bahwa saat membeli instrumen investasi, sang investor sedang membeli peluang, yakni mendapat keuntungan dan risiko menderita kerugian. “Oleh karena itu, [investor] harus mampu mengelola risiko yang ada.”
Seorang investor harus memiliki horizon investment period. Misalnya, untuk jangka menengah, tiga hingga lima tahun. Lalu, untuk jangka panjang, bisa mencapai 20 tahun.
Baca Juga
“Tidak ada yang instan, bukan beli sekarang, lalu untung. Kalau begitu, namanya trader. Mau untung besar dalam sekejap, risikonya juga besar. Mari rombak mindset kita. Kita harus punya horizon investment period,” ujarnya.
Terkait dengan, tutur Vier, ketika harga saham atau instrumen investasi lainnya seperti aset kripto sedang turun, bukan berarti investor serta-merta merugi. “Betul bahwa ada floating loss. Namun, belum ada kerugian riil. Hal menjadi berbeda, ketika harga turun, lalu instrumen investasinya yang dimilikinya dilepas, saat itulah sang investor bisa merugi.”
Harga instrumen investasi fluktuatif. Ada masanya naik, ada kalanya turun. Pada posisi inilah pentingnya sang investor memiliki kemampuan mengelola risiko, termasuk saat berinvestasi pada aset kripto.
Menurut Vier, seorang investor yang hendak membeli aset kripto perlu memperhatikan alasan kenapa dia masuk ke instrumen itu. Alasan investasi atau investment driver, biasanya, capital gain atau dividen. Kalau pada aset kripto, pasti capital gain. Tinggal bagaimana si investor mengelola risiko.
“Untuk mengelola risiko, batasi imajinasimu yang tidak pernah terbatas. Uang seperti air laut, semakin diminum seseorang semakin haus. Kita yang mengontrol portofolio investasi, bukan sebaliknya,” tutur Vier.
Terkait dengan investasi pada aset kripto, dia melihat potensinya besar sekali di Indonesia. “Dalam lima tahun ke depan, jumlah investor kripto bisa tumbuh 100% dari saat ini.”
Mengutip data Bappebti, per Februari 2022, investor aset kripto terdaftar sebanyak 12,4 juta dengan nilai transaksi aset kripto mencapai Rp83,8 triliun.