Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak bergerak di zona hijau pada perdagangan Selasa (1/2/2022), dengan harga minyak mentah Brent menembus US$90 per barel. Goldman Sachs Group Inc. menilai, level harga ini akan memaksa OPEC+ untuk menambah produksinya.
Berdasarkan data Bloomberg, Selasa (1/2/2022) pukul 15.15 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) berada di zona merah, turun 0,13 poin atau 0,15 persen ke US$88,02. Sementara itu, harga minyak Brent bertahan, naik 1,18 poin atau 1,31 persen ke US$91,21 per barel.
Adapun, hasil pada pertemuan OPEC sebelumnya menetapkan, negara anggota akan memproduksi dengan kenaikan 400.000 barel per hari.
“Kami melihat ada potensi kemungkinan percepatan kenaikan produksi dari pertemuan tersebut, melihat laju reli harga minyak belakangan ini akan memberikan tekanan bagi negara-negara pengimpor minyak,” ujar sejumlah analis Goldman dalam risetnya, dilansir Bloomberg, Selasa (1/2/2022).
Analis menyebutkan, kelompok produsen tersebut juga tengah mengkhawatirkan sinyal hawkish dari aksi Bank Sentral AS, yang akan membawa pertumbuhan pendapatan dari minyak yang lebih lambat pada tahun ini dibandingkan dengan pada tahun lalu.
Goldman mengatakan aksi seperti penambahan pasokan dari OPEC+ akan menghasilkan penurunan jangka pendek bagi harga minyak.
Baca Juga
Penurunan kasus Covid-19 yang cepat dan penguatan permintaan sejauh 2022 berjalan, serta pendapatan dari produsen AS akan memperkuat kenaikan harga.
Kendati harga minyak tinggi, OPEC+ juga harus menimbang sejumlah faktor yang akan membebani harga minyak. Ada beberapa spekulasi terkait rilis Cadangan Minyak Strategis AS dan substitusi gas alam ke minyak yang akan mereda di belahan bumi Utara setelah musim dingin terlewati.
Selain itu, ada kemajuan terkait pembicaraan nuklir di Iran yang akan memberikan dapat mengarah pada pencabutan sansksi terhadap produksi minyak di negara itu.
“Adanya potensi besar kembalinya ekspor Iran akan membalikan sentimen dari kenaikan produksi dari OPEC+,” ungkap analis Goldman.