Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan nilai tukar rupiah pada kuartal pertama tahun ini akan berada pada level Rp14.300 hingga Rp14.400 per dolar Amerika Serikat (AS).
Menurut Faisal, yang akan menjadi katalis positif bagi perkembangan nilai tukar rupiah adalah pemulihan ekonomi domestik yang terus terakselerasi.
Di samping itu, katalis positif lainnya adalah terjaganya kasus harian Covd-19 sehingga dapat menjaga aliran masuk modal asing pada awal tahun.
Namun demikian, risiko yang dapat memicu pelemahan rupiah adalah berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter global.
“Risiko juga muncul dari rencana pelarangan ekspor batubara yang dapat menahan surplus neraca perdagangan,” katanya kepada Bisnis, Selasa (4/1/2021).
Bisnis mencatat, nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa (4/1/2022) ditutup melemah dikarenakan adanya tekanan dari penguatan dolar AS yang masih cukup besar.
Baca Juga
Berdasarkan data Bloomberg, Selasa (4/1/2022) rupiah ditutup terkoreksi 0,33 persen atau 47,5 poin ke Rp14.313. Sementara itu, indeks dolar AS menguat 0,05 persen ke 96,25.
Pada Senin (3/1/2022), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa ketahanan pasar keuangan Indonesia terhadap faktor eksternal masih kuat pada 2021, dan diharapkan tetap kuat pada 2022.
Dia menyampaikan, Indonesia masih resilien dalam merespons sentimen negatif global di tengah terjadinya aliran modal keluar (capital outflow) dari emerging markets, yang dipicu oleh normalisasi kebijakan moneter di negara maju.
Lebih lanjut, imbuhnya, kinerja rupiah juga relatif lebih baik jika dibandingkan dengan mata uang di negara emerging market lainnya, yang didorong oleh surplus transaksi berjalan dan neraca perdagangan.
"Indonesia termasuk salah satu yang kecil depresiasinya yaitu 1,4 persen. Tapi ini perlu diwaspadai, apabila rupiah terlalu kuat dibandingkan dengan negara-negara peer emerging, ini bisa mempengaruhi competitiveness dari ekspor kita," katanya.