Bisnis.com, JAKARTA – Federal Reserve AS telah resmi mengumumkan mengambil langkah tapering off atau pengurangan pembelian obligasi dalam rangka pelonggaran kebijakan monter. Namun, kekhawatiran akan tapering tantrum seperti pada 2013 diperkirakan tidak akan terjadi.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa dalam keputusan The Fed semalam, nadanya masih dovish karena diikuti pernyataan masih menunggu tahun depan untuk menaikkan kembali suku bunga.
Hal ini berdampak pada pelemahan rupiah hari ini yang terbatas. Di sisi lain, harga komoditas termasuk emas turun, meskipun dolar AS melemah dibandingkan dengan mata uang negara maju lainnya.
“Berbeda kalau ada tendensi kenaikan suku bunga tahun depan sinyalnya lebih kuat, penurunannya bisa lebih dalam, tapi saat ini dampaknya tidak terlalu signifikan,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (4/11/2021).
Terkait dampak tapering AS terhadap rupiah, Josua menilai pendukung ketahanan rupiah masih cukup kuat dengan cadangan devisa yang relatif tinggi, dan volatilitasnya yang rendah.
“Terlebih, Bank Indonesia juga sudah menyiapkan berbagai langkah kebijakan dengan memperkuat kerja sama dengan bank sentral negara lainnya untuk mengurangi ketergantungan dolar AS,” ujarnya.
Baca Juga
Dibandingkan dengan 2013 lalu, kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) oleh asing kala itu cenderung tinggi, lebih dari 30 persen. Sementara, sekarang hanya 21 persen.
“Jadi untuk koreksi lebih dalam saya pikir enggak terjadi. Sehingga dampak lebih lanjut ke rupiah tidak signifikan. Tahun ini tidak ada tantrum. Lagi pula dari sisi The Fed-nya juga kan sudah dari jauh-jauh hari mengumumkan untuk tapering November ini, jadi tidak akan terjadi reaksi berlebihan dari pelaku pasar hari ini,” imbuhnya.